NAMA: ELIYONA BAENE
ASAL DARI NIAS.
MAKALAH BAB II. SEMOGA BERMANFAAT UNTUK YANG MEMBACANYA.
BAB
II
HUBUNGAN
PEKABARAN INJIL DAN PERTUMBUHAN GEREJA
2.1. Pengertian Pekabaran Injil
Pengertian Pekabaran Injil adalah Orang yang mengabarkan
injil disebut Pekabar injil atau menyampaikan kabar sukacita, kabar tentang
keselamatan hidup manusia, kabar tentang karya Allah yang membebaskan,
memulihkan, membaharui, meyembuhkan karya yang telah dilakukan Tuhan Yesus.
Injil adalah kabar tentang Keselamatan. Injil berasal dari bahasa Yunani yaitu euangelion yang
artinya "kabar baik" atau "berita baik" atau "berita suka cita"
Kata Injil sendiri berasal dari bahasa
Arab.Secara
umum Injil adalah kabar baik yang memberitakan tentang kedatangan Yesus Kristus
untuk menyelamatkan setiap umat manusia yang percaya kepada-Nya. Saat ini Injil telah sampai dan
telah dikabarkan hampir diseluruh belahan bumi.[1]
Penginjilan memberitakan kabar baik tentang Kristus. Penginjilan itu lebih dari
sekedar metode, Penginjilan adalah sebuah berita. Berita tentang Kasih Allah,
tentang dosa manusia, tentang kematian Kristus, tentang penguburan-Nya dan
kebangkitan-Nya.
Penginjilan adalah berita tentang pengampunan dosa dari
Allah. Penginjilan adalah berita yang menuntut suatu tanggapan menerima Injil
itu dengan Iman lalu menjadi murid Yesus. Dalam istilah penginjilan mencakup
segala usaha untuk memberitakan kabar baik tentang Yesus Krsitus, tujuannya
dalah supaya orang-orang mengerti bahwa Allah menawarkan keselamatan dan supaya
mereka menerima keselamatan itu dengan Iman dan hidup sebagai Murid Yesus.[2]
Rasul Paulus dapat dikatakan sebagai contoh seorang penginjil keliling yang
Alkitabiah, ia memberitakan Injil keseluruh dunia, ia takut dan taat kepada
Tuhan dan Tuhan memanggil dia untuk menjadi penginjil besar, rasul Paulus
mempunyai Karunia untuk menginjil haruslah dia pakai dan dia tidak mengabaikan
Karunia itu, rasul Paulus tidak pernah
tidak taat “kepada penglihatan yang dari surga itu” (Kisah para rasul. 26:19).[3]
2.1.1.
Tokoh-tokoh
Pekabaran Injil
Menurut Joseph Kam mengatakan bahwa mengabarkan Injil dapat memberikan darah segar kepada tubuh para jemaat.[4]
Dalam pandangan ini memberikan usaha untuk melakukan pekabaran Injil, karena
jika Injil itu di beritakan maka pertumbuhan rohani akan bertumbuh dalam
dirinya. Demikian juga yang di katakana oleh Omar Cabrera dari santa Fe dari Argentina
adalah seorang Penginjil yang menganggap sangat perlu mengikat orang kuat itu
atau mematahkan kekuasaan hirarkir Wilayah artinya pengijilan itu harus penuh
dengan Kuasa Tuhan.[5]
Menurut Y.
Tomatala mengenai hal ini menjelaskan bahwa Perjanjian Lama terlihat sepi dari Konsepsi
Penginjilan, tetapi bila dilihat dari Perjanjian Baru inilah yang lebih
Obyektif maka jelaslah bahwa pandangan yang menganaktirikan Perjanjian Lama
dari penginjilan itu tidak dapat dibenarkan.[6]
Perjanjian Lama merupakan dasar berpijak secara teologis filosofis bagi
penginjilan dan sekaligus merupakan manifestasi penginjilan berdasarkan
rancangan penyelamatan Allah yang Kekal.
2.1.2. Pekabaran Injil dalam Perjanjian
Lama
Dalam
Alkitab penginjilan dalam konteks Perjanjian Lama belum dapat Penugasan yang tegas
untuk melakukan pekabaran Injil ke luar terhadap segala bangsa, akan tetapi
yang diutamakan dalam Perjanjian Lama adalah Pemilihan bangsa Israel dengan
bangsa-bangsa lain.[7]
Konsep penginjilan mulai berkembang mulai dari Perjanjian Lama yang kemudian menjadi
Nyata dalam Perjanjian Baru. Perjanjian Lama lebih menekankan Allah INISIATOR
penginjilan dan dasar titik tumpu bagi penginjilan sehingga secara jelas bahwa
penginjilan bersumber dan berporos pada Allah Sang Pencipta dengan demikian
penginjilan merupakan inisiatif Allah sendiri dan penginjilan dengan sendirinya
di dukung oleh Allah yang hidup dan berkarya bagi diri-Nya. Pekabaran
Injil dalam Perjanjian Lama ada kesan seolah-olah Perjanjian Lama sedikit saja
meminati pengembangan Pekabaran Injil kepada bangsa-bangsa di sekitar Israel.
Sementara itu kita bisa baca tentang keterlibatan TUHAN berperang melawan
bangsa-bangsa seprti bangsa Filistin, Kanaan, Moab dan Amon.
Menurut
Perintah Allah sendiri, seharusnya semua bangsa di lenyapkan (Yosua dan Hakim-hakim). Dunia jahat akibat
dosa sehingga lebih sering dilukiskan sebagai tempat pencobaan dan ancaman bagi
Israel ketimbang wilayah aman di mana Allah menyatakan rencana Keselamatan-Nya.
Untuk melindungi umat-Nya TUHAN mendirikan tembok pemisah (Efesus 2:14) antara
israel dan bangsa-bangsa lain, sebab Israel mudah sekali terpengaruh kepada
ibadah dewa-dewi bangsa-bangsa di sekitarnya. Israel adalah Umat pilihan TUHAN
yang hidup dalam ruang perjanjian, dengan berkat yang di janjikan-Nya dan
tuntutan-Nya untuk hidup kudus , sedangkan bangsa-bangsa lainnya berada di luar
perjanjian itu dan diserahkan Tuhan kepada kecemaran diri mereka. (Roma
1:18-32).[8]
Kesan seakan-akan semua bangsa di bumi, kecuali Israel di buang Tuhan untuk
selama-lamanya, sehingga tidak ada gunanya untuk menjangkau mereka dengan
Pekabaran Injil.
Perjanjian
Lama bahwa akan melihat ada “hari depan
untuk semua bangsa di dunia” dalam Alkitab seluruhnya PL dan PB Tuhan
menyatakan rencana keselamatan-Nya. Dalam rencana itu Tuhan memperhatikan semua
bangsa bukan hanya satu bangsa saja yaitu Israel melainkan segenap umat manusia
di bumi. Semua suku , bahasa dan bangsa yang disebut dalam kitab Wahyu 5:9-10
(akhir pernyataan Allah) mengacu kepada manusia
yang di sebut dalam kejadian 1:26 (awal pernyataan Allah). Memang Tuhan
benar-benar memperhatikan dunia melalui Abram (Kejadian 12:1-3) atau Israel
(Kejadian 19:6). Tuhan adalah Raja segala bangsa (Wahyu 15:3) sedangkan semua
orang pilihan yang di beli Anak Domba dari tiap-tiap bangsa memerintah sebagai raja di bumi (Wahyu 5:10)
sesuai perintah yang di berikan Tuhan kepada manusia sesuai menciptakannya:
“Berkuasalah..” (Kejadian 1:26-28).
Menurut
Verkyl mengatakan bahwa segenap manusia adalah titik tolak kegiatan Allah.
Itulah salah satu motif dasar protologi Kej 1-11 dan juga salah satu dasar
eskatologi, seperti terdapat dalam wahyu dan Yohanes. Protologi kejadian menuju
kepada eskatologi Wahyu dan Yohanes. Tujuan Allah terarah kepada seluruh dunia.
Protologi adalah ilmu tentang Hal-hal
yaitu tentang awal dunia, sedangkan eskatologi
adalah ilmu tentang akhir yaitu akhir dunia[9].
Pekabaran Injil dalam Perjanjian Lama adalah bangsa Israel hidup pada Zaman
PL dan tidak melakukan pekabaran Injil, mereka tidak mengutus secara teratur,
tetapi atas perintah Tuhan pengabar-pengabar Firman Allah kepada bangsa-bangsa
lain untuk memperbanyak umat Tuhan
melalui pertobatan dan iman orang
yang di luar perjanjian-Nya. Bangsa-bangsa lain belum tersentuh oleh Pekabaran
injil, tetap karena perintah Tuhan sekali-kali diberitakan Firman Tuhan di
beritakan kepada orang asing. Contoh Pengutusan Yunus Ke Niniwe kota negeri Asyur dan pada waktu zaman PL saatnya untuk
kegiatan Pekabaran Injil tapi sebelumya belum tersentuh oleh Injil. Bila
diadakan Pekabaran Injil secara insidental
maka tujuannya bukanlah untuk mengumpulkan bangsa-bangsa ke dalam
lingkungan umat perjanjian Tuhan melainkan untuk menginsafkan Israel akan
kedudukannya yang istimewa.[10]
Pada zaman Perjanjian Lama memang belum diadakan Pekabaran Injil secara aktif,
namun ini tidak berarti bahwa tidak memancar kesaksian tentang Tuhan ke
bangsa-bangsa sekeliling israel tetapi sifatnya lain: tidak diadakan pengutusan
untuk memberitakan Injil. Lagi pula Tujuannya : bukan meluluh untuk membuat
orang asing menjadi anak Tuhan melainkan untuk menunjukkan kuasa Tuhan yang
melindungi umat perjanjian-Nya. Secara perlahan-lahan bangsa-bangsa disiapkan
untuk kelahiran Juruselamat dunia, kemudian Ia mengutus pengabar-pengabar Injil
sampai ke ujung bumi, pekabaran Injil melaju cepat di wilayah timur tengah pada
saat yang di tentukan Allah sendiri berdasarkan rencana-Nya maka bangsa-bangsa
di jangkau.[11]
Bangsa Israel adalah bangsa yang mempunyai status yang berbeda dengan
bangsa-bangsa lain, status itu adalah pertama-tama mereka keturunan Abraham
adalah anak yang istimewa maksudnya adalah anak yang istimewa yang di lahirkan
karena Tuhan sejak semulanya mengikatkan diri-Nya kepada apa yang
dijanjikan-Nya kepada bangsa Israel. Bangsa Israel adalah bangsa yang sangat
Istimewa dan karena Tuhan yang mengangkat mereka sebagai umat-Nya dan
pertama-tama di sana disampaikan kebenaran Tuhan kepada Musa saat masih berada
di Mesir. Keberadaan Israel dalam perbudakan di Mesir memiliki nilai misi bagi
Tuhan yang positif karena Tuhan sendiri yang terlibat dalam peristiwa itu.[12]
Jadi Perjanjian Lama ini menekankan Fakta tentang Allah sebagai inisiator
penginjilan dan Perjanjian Baru menekankan Allah sebagai konsumator.
2.1.3. Pekabaran Injil dalam Perjanjian
Baru
Pada
Hakikatnya Penginjilan dalam Perjanjian Baru adalah pusat pelaksanaan Amanat
Agung Yesus Kristus (Matius 28:19-20) yang juga merupakan misi Allah seutuhnya.
Sebelum Kritus naik ke surga, Ia memberikan suatu tugas kepada Gereja untuk
pergi keseluruh dunia dan menjadikan orang-orang murid-Nya, dengan mengajar
mereka melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkan-Nya. Perjanjian Baru
lebih menekankan Allah sebagai konsumator penginjilan artinya bahwa penginjilan
dalam Perjanjian Baru telah digenapi di dalam Yesus Kristus melalui
kedatangan-Nya ke dalam dunia.
Mengenai hal
ini J. verkuyl menyatakan dalam Perjanjian Baru, Konseptro dan inisiatif Misi
adalah Kritus sendiri, sebagaimana
Mesias yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama. Oleh karena Bapa dan Anak itu
satu adanya, maka Kristus pun berhak memberi mandat misi kepada para murid
seperti yang diungkapkan dalam keempat injil dan Kisah Para Rasul.[13]
Dengan demikian gereja dituntut supaya melayani Allah dengan menyerahkan
hidupnya bagi tugas tersebut, Harun
Hadiwijono menegaskan bahwa oleh karena Allah menghendaki supaya semua
selamat (1 Timotius 2:4) maka Allah bekerja untuk menyelamatkan semua orang.[14]
Semua
kitab PB di tulis pada Zaman Pekabaran Injil yaitu zaman mulai pentakosta dan
kurung waktu berikutnya, bahwa penulisan PB merupakan kegiatan utama PI. Kitab
PB berasal zaman setelah peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus Kristus juga
setelah Yesus Memberitakan Injil kepada segala Makhluk (Markusk 16:15) dan menjadikan
semua bangsa murid Kristus (Matius 28:19), dan kemudian setelah Roh Kudus di
curahkan ke atas mereka. Pada hari pentakosta rasul-rasul berbicara”seperti
yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya” (Kisah para
rasul 2:4). Hari Pentakosta dan yang berlangsung sampai kepada Hari Yang
Terakhir adalah zaman pelayanan Roh (2 Korintus 3:8) adalah Tugas Roh
menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yohanes 16:8-11),
sehingga dapat dikatakan Akhir Zaman adalah Zaman Pekabaran Injil. Penulisan
Kitab PB adalah Dorongan Roh Kudus (2 Petrus 1:20-21) adalah pelaksanaan
perintah raja Yesus Kristus untuk pergi kepada semua bangsa dengan berita
keselamatan..
Dasar
Pekabaran Injil menurut Perjanjian Baru adalah maka yang perlu kita perhatikan
adalah sifat Perjanjian Baru sebagai buku Pekabaran Injil menurut Injil-Injil.
Demikianlah Yesus memberitakan Injil kepada umat Tuhan bangsa Yahudi (Markus
1:15). Saat yang ditentukan Bapa telah datang Juruselamat yaitu Yesus Kristus
Tuhan Lahir di Kota Daud (Lukas 2:11). Telah tiba penggenapan hukum taurat dan
Kitab-kitab Para Nabi, “ Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk
menggenapinya” kata Yesus dalam Khotbahnya di bukit (Matius 5:17) Yesus membaca
Kitab Yesaya lalu berkata”pada hari genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya”
(Lukas 4:21). Inilah Penggenapan Perjanjian Lama sudah dekat karena Raja Damai
tunas Daud yang di janjikan Para Nabi (Yeremia 23:1-8) sekarang berdiri di
hadapan mereka dengan Inkarnasi Allah (Yohanes 1:14; Filipi 2:1-11).[15]
Penginjilan dalam Perjanjian Baru, adalah
Allah melalui Tuhan Yesus Kristus, yang bersifat Teosentris dan Mesianik
dari penginjilan itu sendiri yang di genapi dalam karya Tuhan Yesus.
Hubungan
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah: Perjanjian Lama memandang Salib ada
di depan sedangkan Perjanjian Baru memandang Salib itu ada di belakang. Berdasarka Perjanjian Lama penginjilan
sebagai bentuk harapan dan kenyataan Allah yang terjadi sedangkan Perjanjian
Baru merupakan penyataan dan pemenuhan. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
adalah menonjolkan penginjilan seperti aliran kuasa penyelamatan Allah yang
aktif, dinamis dan berkesinambungan. Allah terus bekerja dalam penggenapan
rencana penyelamatan Allah.
2.1.4. Tugas dan Panggilan Pekabar Injil
a.
Menjadi saksi Kristus.
Tugas
dan panggilan yang sesungguhnya menyatu dalam kehidupan gereja dan bergerak
melampaui sekat-sekat geografis, sosial, politik, ekonomi dan budaya (Matius
28:18-20). Dan hal ini memperlihatkan apostolik dari gereja yakni berpegang
pada ajaran rasul atau para pekabar Injil yang mengambil tugasnya dengan
melayani Tuhan yang sungguh-sungguh dan bergerak keluar untuk mewartakan
Kerajaan Allah.
b.
Mewartakan Karya Keselamatan Allah
dalam Yesus Kristus.
Gereja
lahir dari karya Roh Kudus untuk mewartakan Kerajaan Allah di dalam Yesus
Kristus serta membawa dunia kepertobatan dan rekonsiliasi (Lukas 4:16-20) yang
terus hidup sepanjang sejarah melalui pekerjaan Roh Kudus (Yohanes 14:26; Kis
1:8) oleh karena itu gereja yang meninggalkan tugas dan tanggungjawabnya
menjadi saksi Kristus pada dasarnya sudah kehilangan dasar keberadaannya.
c.
Shalom
Allah
Injil
sebagaimana diberitakan oleh Alkitab adalah Shalom Allah melalui Yesus Kristus
(Luk 4:14-20) yang terus hidup sepanjang sejarah oleh karya Roh Kudus. Shalom
Allah senantiasa mendorong gereja-gereja untuk hhidup dalam persekutuan yang di
landasi oleh Kasih Allah dan saling menerima satu sama lainnya (Ef 2:17-22).
d.
Tanggungjawab
Sejak bumi di
ciptakan oleh Allah, manusia di berikan
kepercayaan untuk mengambil bagian dalam Karya Allah untuk merawat bumi dan
segala isinya. Manusia bertanggungjawab dalam mewujudkan Shalom Allah bagi bumi
dan segala isinya.[16] Dengan
demikian maka orang percaya di berikan tanggung jawab untuk dapat melaksanakan
misi Allah di bumi ini.
2.2. Pengertian Pertumbuhan Gereja
Menurut Kamus Bahasa Indonesia Gereja Adalah gedung
(rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama Kristen; badan (organisasi)
umat Kristen yang sama kepercayaan, ajaran, dan tata cara ibadahnya.[17]
Istilah gereja berasal dari kata “Igreja”
(portugis), “Ecclesia” (latin) atau
ecclesia (Yunani) “Kaleo” berarti memanggil. Jadi secara harafiah :Ecclesia”
berarti sekumpulan orang yang di panggil keluar. Maka dari kata ini muncul kata
Eklesiologi yang berarti ilmu pemahaman tentang Gereja.[18]
kata jemaat berasal dari kata Arab “jama’a”
yang artinya “berkumpul” atau “mengumpulkan”. Tetapi gereja bukanlah
sekelompok manusia yang berkumpul atas inisiatifnya sendiri, Kristuslah yang
perantaraan Firman dan Roh mengumpulkan jemaat Bagi-Nya.[19]
John
Stott dalam bukunya menuliskan bahwa: Gereja yang merupakan umat Allah adalah
suatu bangunan yang tidak di buat oleh tangan manusia, suatu bangunan yang di
rancang oleh Allah sendiri, bait Allah rohani yang di bangun kembali dengan
Yesus Kristus sebagai satu-satunya dasar seperti yang di saksikan oleh para
rasul dan para nabi dan Roh Kudus di tempat Maha Suci.[20]
Kata gereja dapat juga berarti suatu sistem
administrasi, organisasi dan liturgi yang di pakai sebagai sarana untuk
beribadah.
Herman
Soekahar mengatakan bahwa: dalam berpikiran bahwa gereja adalah seperti yang
disbutkan itu, orang Kristen sering mempunyai kecenderungan, merasa puas kalau
data-data yang bersangkutpaut dengan masalah kegerejaan telah tersusun rapi di
kantor gereja. Merasa Puas kalau liturgi gereja telah menyatuhkan hati setiap
orang yang hadir dalam kebaktian. Merasa puas kalau jumlah pengunjungan gereja
telah cukup banyak.[21]
Dalam bahasa Inggris, kata gereja (Church atau Kirk)
berasal dari bahasa Gerika “kuriakon” yang
berarti Milik Tuhan. Kata tersebut hanya di gunakan dua kali dalam Perjanjian
Baru yaitu 1 Korintus 11:20 (mengenai perjamuan Tuhan) dan Wahyu 1:10 (mengenai
Hari Tuhan). Kata itu berarti di gunakan untuk menunjukkan hal-hal lainya seperti
tempat atau orang-orang atau denominasi atau tanah air yang bertalian dengan
kelompok orang yang menjadi milik Tuhan.[22]
Pertumbuhan Gereja adalah persekutuan orang-orang yang terpanggil untuk menjadi
sarana berkembangnya kerjaan sorga yaitu dengan pengakuan mereka dan dengan
ketaatan mereka terhadap peraturan-peraturan dan undang-undang kerajaan sorga
serta dengan pemasyuran Injil Kerajaan. Bahwa gereja di penuhi oleh Kristus
dengan segala kepenuhan Allah itu bukan kenyataan suatu yang berifat rahasi
atau mistis melainkan suatu kenyataan yang di hubungkan dengan hidup gereja
yang konkrit di dalam dunia Injil.[23] Oleh karena itu kepenuhan dan pemenuhan ini
adalah suatu kenyataan yang menuntut pergumulan gereja dengan segala kuasa yang
ingin melepaskan gereja dari Kristus dari segala kekayaan-Nya. Kepenuhan
pemenuhan ini hanya dapat menjadi kenyataan jikalau gereja berjuang dengan
segala kekuatannya untuk merealisasikannya. Selamanya gereja harus menjadi
gereja yang melayani. Gereja adalah alat dan wakil dari Roh Kudus yang diam di
tengah-tengah gereja untuk melaksanakan rencana dan maksud yang telah di
tetapkan Allah untuk menjangkau seluruh Umat manusia dan mengantisipasi
perluasan keseluruh dunia.[24]
Pertumbuhan gereja meliputi segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dalam usaha
membawa orang-orang yang tidak mempunyai hubungan pribadi dengan Yesus Kristus
kepada persekutuan dengan-Nya dan kepada keanggotaan gereja yang bertanggung
jawab.
2.2.1. Tokoh-tokoh Pertumbuhan Gereja
Ikrar
Lausane yang menyatakan bahwa dalam tugas pelayanan gereja harus memerlukan
pengorbanan pekabaran Injil yang di utamakan, karena tugas kita adalah
merencanakan strategi perkembangan gereja dan penginjilan juga merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari strategi itu sendiri.[25]
Menurut
Pastor Rick Warren Salah satu penyebab seseorangg tertarik dengan
"Purpose-Driven Church" Conference-nya karena
"Purpose-Driven" tersebut adalah motivasi yang mendorong pertumbuhan
gereja. "Purpose-Driven" kalau diterjemahkan bebas berarti
"Didorong oleh Tujuan". Tujuan yang harusnya dimiliki oleh gereja
adalah dalam (Kisah para rasul 2:47) "Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah
jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." di atas kita akan menemukan
bahwa tujuan gereja yang bertumbuh adalah untuk menyelamatkan manusia. Tuhan
Yesus meninggalkan surga kemudian mati di kayu salib semata- mata dengan tujuan
untuk menyelamatkan manusia, bukan program- program ataupun fasilitas gereja.[26]
Demikian juga dengan gereja kita yang dimulai mengabarkan Injil bagi orang lain
dan memberi dorongan untuk melayani dan menyelamatkan sesama kita yang belum
percaya kepada Tuhan.[27] Defenisi Pertumbuhan Gereja menurut
anggaran dasar Nort American Society For Church Growth berbunyi : pertumbuhan
Gereja adalah suatu displin ilmu yang menyelidiki sifat-sifat, perluasa,
perintisan, pelipatgandaan, fungsi dan kesejahteraan gereja-gereja Kristen
dalam Hubungannya dengan penerapan yang efektif dari Amanat Allah untuk
menjadikan semua bangsa Murid-Nya (Matius 28:18-20). Defenisi ini merupakan
bagian dari pengijilan dan perintisan gereja yang membuat gereja bertumbuh.[28]
2.2.2. Pertumbuhan Gereja dalam Perjanjian
Lama
Perjanjian
Lama memakai dua istilah untuk menunjukkan Gereja yaitu “Qahal” yang di turunkan dari akar kata yang sudah tidak di pakai
lagi yaitu “Qal” yang artinya
“Suara” merujuk kepada panggilan untuk berkunjung serta tindakan beerkumpul itu sendiri. Unsur
kekpercayaan kadang-kadang tampak dalam penggunaan istilah ini misalnya
(Ulangan 9:10; 23:1-3).[29]
“Edhah” yang berasal dari kata “Ya”adh” yang artinya memilih atau menunjuk atau
bertemu bersama-sama di satu tempat yang telah di tunjuk.[30]
Istilah “Edh” ini dengan istilah merujuk kepada kepada Umat yang berkumpul di
sekeliling sistem keagamaan dan di sekitarhum Taurat.[31]
Kedua kata ini di pakai dalam secara beesamaan menjadi “Qehal’edhah” yaitu
Kumpulan Jemaah” (Kel 12:6; Bil 14:5; Yer 26:17).[32]
2.2.3. Pertumbuhan Gereja dalam Perjanjian
Baru
Nama gereja berasal dari bahasa Latin igreia, dalam bahasa
Inggris church dalain bahasa Jerman kirche, dalarn bahasa Swedia kyrke,
bahasa Slavia cerkov, bahasa Scot kirk; bahasa Belanda kerk,
yang mempunyai arti milik Allah
. Di dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menyatakan pengertian
jemaat Tuhan adalah ekklesia yang
berasal dari dua kata yaitu “ek dan kaleo” yang berarti ”memanggil ke
luar” dan kata sinagoge dari kata sunagoge, dari kata “Sun dan ago”
yang berarti datang atau berkumpul bersama. sebagaimana dipakai di dalam Matius
16 : 18 dan 18 : 17. Di dalam LXX (Septuaginta ) kata ini dipakai untuk
menerjemahkan pengertian Jemaat. Dalam kebiasaan Yunani Klasik (non Kristen )
kata ini dipakai untuk "sidang
parlemen" atau sidang rakyat, yang biasa diadakan di Athena
pada hari-hari besar dengan dihadiri oleh para wakil rakyat dan penduduk
segenap negeri.Anggota ekklesia adalah orang-orang yang dipanggil, yang
dipilih. Dengan menggunakan istilah ekklesia untuk gereja, menunjukkan bahwa
gereja adalah orang-orang yang dipanggil yang dipilih. Memang kedatangan
Kristus tidak membawa istilah-istilah asing dari surga, melainkan datang ke
dunia untuk menyelamatkan manusia berdosa, sehingga dengan demikian istilah-istilah
yang pemah ada dan yang sudah ada di dalam bahasa setempat Ia pakai juga,
tetapi dengan isi dan pengertian yang baru. Istilah-istilah di dalam Perjanjian
Lama juga tidak Dia ganti melainkan justru Dia beri makna baru.[33] Di dalam buku The Structure Doctrine of the Church, Douglas
Barmennan memberikan komentar terhadap pengakuan Petrus di dalam Matius 16 : 16, yang ditanggapi oleh Tuhan
Yesus di dalam ayat 17, dengan istilah apekalupsen soi, bahwa pengakuan
Petrus tersebut bukan berasal dari manusia. Bahwa hati Petrus terbuka menerima
kebenaran penyataan Allah. "Di atas pengakuan itulah gereja atau jemaat
Tuhan didirikan di atas dunia ini. Dengan demikian dasar berdirinya gereja
bukan bersumber dari dunia ini melainkan dari pernyataan Allah, yang mengatakan
"oikodomeso mou ten ekklesian " yang berarti: "Aku
hendak mendirikan jemaat-Ku untukKu sendiri".
Lukas pertama kali menggunakan
istilah itu untuk jemaat yang mula-mula di dalam Kisah Rasul 5 : 11 untuk
menyatakan kumpulan orang Kristen. Kata itu juga mempunyai arti jemaat
atau assembly. Dengan demikian identitas orang Kristen dalam Gereja yang
mula-mula semakin jelas, bahwa mereka tidak lagi sebagai pendukung "tata
ibadat" synagoge dalam pengertian agama Yahudi melainkan sebagai
orang-orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus. Memang harus disadari bahwa
pengertian ekklesia di dalam Matius 16, sering kali menjadi bahan perdebatan
theologis namun dalam tulisan ini tidak akan dibahas. Perlu juga ditambahkan
untuk mendukung konsep gereja yang misioner, yang melaksanakan Missio Dei, bahwa pemakaian
istilah ekklesia mempunyai empat maksud:
1.
Untuk
menunjukkan pengertian gereja secara universal,
sebagai persekutuan orang percaya (Efesus 1 : 22, 3 : 10, 21 ; I
Korintus 10 : 32, 12 : 28; Filipi 3 : 6; Kolose 1 : 58 Sekaligus menunjukkan
sifat misioner gereja yang inklusif.
2.
Untuk
menunjukkan pengertian gereja secara lokal seperti misalnya gereja di
Kenkrea, Korintus, Laodekia dan sebagainya. Dengan demikian konteks lokal juga
mendapat tempat semestinya.
3.
Dalam
pengertian jemaat yang aktual di
beberapa tempat dalam persekutuan ibadat bersama (I Korintus 11 : 18, 14 : 19,
23) "sunerkomenon humon en ekklesia".
4.
Dipakai
untuk menunjukkan tempat ibadat atau rumah yang biasanya dipakai untuk
berkumpul bersama oleh kelompok kecil, sebagai ekklesia domestis (jemaat
rumah Misalnya Roma 16 : 5, ten kat'oikon ekklesian
2.2.4. Tugas dan Panggilan Gereja
Gereja yang
hidup adalah gereja yang bersaksi tentang Yesus Kristus di dunia (Kisah Para
Rasul 1:8), Gereja terpanggil untuk melaksanakan Amanat Agung Kristus (Matius
28:16-20; Markus 16:15). Menjadi saksi Kristus adalah tugas gereja dan warganya
yang berlaku sepanjang masa dan bukan hanya bersaksi (Marturia), tetapi juga
bersekutu (Koinonia) dan melayani (Diakonia). Inilah yang disebut tugas Gereja
dalam Penginjilan.
a.
Marturia
(Bersaksi)
Marturia (bersaksi),
istilah dari kata Marturia dalam bahasa Yunani: “Marturia” artinya “Kesaksian” dan kata Marturia di pakai dalam tugas-tugas gereja sebagai alat penginjilan
dan orang-orang percaya untuk bersaksi atas kasih Yesus Kristus kepada dunia.[34]
Istilah Marturia di pakai gereja dalam melakukan aktivitas imannya, sebagai
tugas panggilan gereja dalam penginjilan yaitu dalam hal kesaksian iman,
kesaksian iman yang dimaksud adalah pemberitaan Injil sebagai berita
keselamatan bagi manusia, kata marturia sendiri sangat dekat dengan kata martir
yaitu orang-orang yang mati karena memberitakan Injil pada zaman sesudah Yesusk
Kritus, marturia biasanya di sandingkan dengan tugas dalam penginjilan lainya
yaitu Koinonia yang berarti persekutuan dan Diakonia yang berarti pelayanan.[35]
Eka Darma
Putra seorang Teolog dalam memberikan Penjelasan tentang Pengertian “marturia” sebagai berikut:
“Merturein” mempunyai akar kata yang
sama dengan “martir” (syuhada). Kita memberitakan dengan mulut kita, namun yang
diberikan adalah seluruh diri (hidup) kita. Seluruh diri (hidup) kita merupakan
persembahan (kesaksian) (dibandingkan Roma 12:1). Istilah lain yang di pakai
“kerusin” (penekanan padapengutusan Allah); “euangglizethai” (meneruskan kabar
baik); “didakhe” (mengajar); biasanya untuk ke dalam”.[36]
Marturia
juga diartikan sebagai “Pemberitaan Injil Firman Tuhan dalam bentuk Hukum dan
Injil; semua orang perlu diberitahukan
tentang kehendak Allah serta perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah[37]
dan kesaksian itu berpuncak pada pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah
Juruselamat dunia.[38]
b.
Diakonia
(Pelayanan)
“Diakonia” dalam bahasa Yunani artinya
“pelayanan” dalam gereja. Pelayanan dalam gereja terebut “diakonos” (Ikorintus
3:5; II Korintus 6:4; 11:23). Kritus di sebut pelayan (Roma 15:8). Diakonia
pada umumnya di pakai dalam efekktivitas gereja untuk membantu anggota gereja
yang lemah ekonominya dan rohaninya, dan
pelayanan ini tidak terbatas pada
anggota gereja saja, sebab gereja berfungsi menjadi “terang dunia” dan “garam
dunia”[39]
Diakonia bertujuan “agar hak dan martabat sesama manusia ditegakkan, serta
kebutuhan hidupnya seperti sandang, pangan, papan, pakaian, pengobatan dan
pendidikan dapat terjamin semuanya.[40]
Dalam
bukunya yang berjudul Orientasi Diakonia Gereja A. Noodegraaf menuliskan: :
memberi pertolongan atau pelayanan”, kata ni berasal dari bahasa Yunani
“diakonia” (pelayanan) “diakonein” (melayani), “diakonos” (pelayan).[41]
Diakonia merupakan sautu ungkapan diri Jemaat Kristen. Diakonia bukan berupa
hobi atau kesukaan seorang, tidak berasal dari kemauan hati dari orang alim,
tidak berasal dari rasa iba, tetapi merupakan tugas yang diserahkan oleh Allah
kepada gereja. Diakonia yang hidup dan sadar adalah hasil kepercayaan kepada
Yesus Kristus yang dulu berada di tengah-tengah manusia sebagai “pelayanan”
(Lukas 22:27).[42]
c.
Koinonia
(Persekutuan)
Kata
“Koinonia” dalam bahsa Yunani adalah
“Koinonia” artinya “persekutuan”.[43] Istilah yang dipakai dalam Perjanjian
Baru yang berarti berbagi dalam penderitaan kristus (Filipi. 3:10), Koinonia
seringkali mengungkapkan kesatuan yang ada di gereja-gereja yang dihimpun oleh
cinta Yesus yang hadir dalam Roh-Nya.[44]
“Koinonia” berarti persekutuan dengan partisipasi intim yang menggambarkan
hubungan dalam gereja Kristen perdana serta tindakan memecahkan roti dalam cara
yang di tentukan Kristus selama Perjamuan Paskah (Yoh 6:48-69; Mat 26:26-28).[45]
Kata persekutuan dalam kehidupan jemaat mula-mula di terjemahkan dari kata
Yunani Koinonia (Kis 2:42) yang
secara harafiah berarti memiliki atau berbagi suatu hal bersama, baik dalam
kehidupan Rohani maupun dalam kehhidupan Jasmani.[46]
2.3.
Upaya
Gereja dalam Pandangan Pekabaran Injil
Oswald J Smith, seorang gembala
sidang dan penginjil berkata bahwa: tiap-tiap orang dalam gereja adalah anggota
dari perkumpulan pekabaran Injil. orang berusaha sedapat mungkin supaya tiap
orang dari biduan gereja yang berjumlah lebih dari 100 orang, tiap-tiap ketua,
anggota majelis dan pengurus gereja yang 120 orang banyaknya, tiap pembantu,
tiap-tiap guru sekolah minggu dan pekerja, tiap anak laki-laki dan perempuan
akan menyokong pekerjaan pekabaran Injil. Kami tidak biarkan orang tua memberi
untuk anaknya. Kami mengajar anak-anak kami memberi sendiri juga. Mulai dengan
mereka yang berumur 5-6 tahun, mereka diajar untuk memberi secara sistematis.
Kemudian bila mereka menjadi besar, kami tak mempunyai kesulitan lagi dengan
mereka. Mereka telah belajar bagaimana semestinya memberi (untuk pekabaran
Injil).
Pekerjaan pekabaran Injil ke seluruh
dunia terlalu penting untuk diserahkan kepada suatu organisasi saja. Seluruh
gereja harus melakukan pekerjaan itu, dan bila tiap-tiap anggota gereja
memahami hal ini dan tiap-tiap anggota turut menyumbang, maka kita akan
mencapai tujuan kita, pun mendapat segala keperluan kita. Tiap-tiap orang Kristen menjadi penginjil, inilah
pekerjaan seluruh gereja.[47]
2.3.1.
Upaya
Pekabaran Injil bagian yang Hakiki dalam Kehidupan Gereja
Pekabaran Injil memang dipahami
dalam pemahaman yang sangat sempit, yaitu sebagai upaya orang yang beragama
Kristen untuk mengarahkan orang yang belum beragama Kristen, mememeluk agama
Kristen. Pendirian sekolah, lembaga-lembaga sosial, dan kegiatan-kegiatan
pelayanan kemasyarakatan yang dilakukan oleh gereja pada masa lalu, seringkali
dijiwai oleh semangat untuk menjaring jiwa-jiwa baru. Pekabaran Injil
seharusnya tidak lagi dipahami sebagai upaya gereja untuk menambah jumlah orang
yang beragama Kristen. Pekabaran Injil, seharusnya dipahami sebagai upaya
gereja dalam mengamalkan nilai-nilai Kerajaan Allah yang diyakininya. Dengan
pemahaman yang semacam itu, maka Pekabaran Injil dapat dilaksanakan dalam
semangat keterbukaan untuk membangun relasi dan kerjasama dengan pihak-pihak lain
yang mempunyai kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai yang sama. Bukankah
nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti: kasih, kedamaian, kesejahteraan, keadilan,
dsb merupakan nilai-nilai yang oleh banyak orang dipandang sebagai nilai-nilai
yang baik dan pantas untuk diperjuangkan.
Pekabaran Injil yang dipahami
sebagai upaya pengamalan nilai-nilai
Kerajaan Allah, ukuran keberhasilannya bukanlah terletak pada bertambah atau
tidaknya jumlah orang Kristen, melainkan apakah masyarakat hidup dalam sikap
dan perilaku yang dijiwai nilai-nilai Kerajaan Allah atau tidak. Pekabaran
Injil yang semacam ini menjadi berhasil ketika ketidakadilan, kekerasan,
kemiskinan, kecurangan, pementingan diri, dan nilai-nilai lain yang
bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah menjadi berkurang di negeri ini.
Dengan memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah, kehadiran gereja
dengan sendirinya akan dipandang sebagai berkat bagi masyarakat umum.[48]
2.3.2.
Upaya
Pekabaran Injil Bagi Pertumbuhan Gereja
Jika
membicarakan tentang “pertumbuhan”, berarti kata tersebut sedang
mengarahkan pikiran kita kepada sesuatu yang sedang terjadi menuju kepada
perubahan dan pertambahan. Perubahan itu boleh saja
meninggalkan sesuatu pokok yang sedang dibicarakan, atau terbentuknya sesuatu
dari yang dibicarakan maupun sesuatu
sedang berubah pada yang dibicarakan. Yang menjadi pokok pembicaraan pada hal
ini adalah “pertumbuhan gereja”. Pertumbuhan
Gereja selalu erat hubungannya dengan pertambahan orang-orang percaya oleh
pemberitaan Injil.
Sejarah berdirinya
Gereja dan pertumbuhan Kristen, selalu berhubungan dengan
perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan yang dialami Gereja secara
empirik selama di dunia ini. Pergumulan dan bentuk-bentuk yang dipakai untuk
mengungkapkan Injil, menjadi titik tolak pertumbuhan Gereja sepanjang abad. Pada hal ini Kitab Kisah Para Rasul dapat dijadikan
sebagai pergerakan pertumbuhan Gereja. Karena di dalam kitab ini terdapat
sejarah berdirinya Gereja Kristen, khotbah-khotbah para Rasul, penganiayaan
terhadap umat Kristen, penginjilan kepada bangsa-bangsa lain, dan serta
permulaan adanya sebutan Kristen.[49] Pada hakikatnya
gereja yang bertumbuh adalah gereja yang memberitakan Firman Tuhan dan
melayankan sakramen. Ini sungguh suatu konsep awal supaya Injil dipahami
membawa pemberitaan untuk keselamatan. Sejak gong gereja berbunyi, gereja tidak
hanya ada di YerusalemPekabaran Injil menjadi ciri khas dari Gereja yang
bertumbuh untuk mengembangkan amanat Kristus yang diutus ke dalam dunia untuk
menjalankan rencana keselamatan Allah. J.U. Siregar, menuliskan: Pekabaran Injil merupakan sesuatu yang mutlak
bagi Gereja, yang wajib dalam kehidupan Gereja dan semua jemaat. Pemahaman
Gereja sehubungan dengan amanat yang diembannya merupakan awal dari pemahaman
Gereja yang bertumbuh dan menjadi Gereja yang missioner.[50]
2.3.3. Upaya Pekabaran Injil Dalam
Pandangan Yesus Kristus
Pekabaran Injil pada dasarnya
merupakan satu bagian yang menjadi tanggung jawab seluruh orang Kristen, sebab
Kristus sendiri hadir di tengah dunia dalam rangka memberitakan Injil kepada
dunia. Kehadiran-Nya di dalam dunia dihayati sebagai usaha untuk memberitakan
Injil, sebagaimana yang ditulis dalam Markus 1: 38, “Aku memberitakan Injil,
karena untuk itu Aku datang”. Tetapi apa yang dimaksud Kristus dengan kata
‘Injil; di sini? Kata ‘Injil’ dalam pandangan Kristus dapat diartikan sebagai kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah. Hal ini tersirat dalam
perkataan-Nya yang ditulis oleh Lukas dalam Lukas 4: 18-19 yang menyatakan “Roh
Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar
baik kepada kepada orang-orang miskin; dan Ia mengutus Aku untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan pengelihatan bagi
orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Jadi dengan demikian, sebenarnya
dapat kita simpulkan bahwa dalam pandangan Yesus Kristus, Pekabaran Injil
adalah upaya untuk memberitakan kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah
dengan segala tanda-tandanya kepada dunia.
Pekabaran Injil yang semacam inilah
yang oleh Yesus Kristus dinubuatkan akan dilanjutkan sebagai ‘keharusan’
sejarah untuk diberitakan sebelum akhir zaman tiba, sebagaimana yang dituliskan
dalam Markus 13: 10, “tetapi Injil harus diberitakan dahulu kepada semua
bangsa. Sebab itu, dalam rangka mengisi masa antara kedatangan Yesus Kristus
sampai akhir zaman, Dia memberikan perintah pemberitaan Injil yang dituliskan
dalam Matius 28: 19-20, Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan
segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Perintah Tuhan Yesus Kristus
ini pada hakekatnya adalah sebuah perintah untuk ‘memuridkan’ (mengajar
melakukan perintah Yesus Kristus) dan ‘membaptiskan’ (sebagaimana yang
dilakukan Yesus Kristus sejak awal kegiatan pelayanan-Nya), sehingga orang
dapat mengenal dan merasakan tanda-tanda kedatangan Kerajaan Allah dalam
hidupnya.[51]
2.3.4.
Upaya
Realita Pekabaran Injil dalam pandangan Gereja Masa Kini
Pada masa sekarang ini, sebagai
Gereja kita meyakini bahwa Pekabaran Injil yang sekarang ini kita lakukan
adalah wujud ketaatan kita kepada Yesus Kristus yang telah memberikan perintah
untuk melakukan Pekabaran Injil ke seluruh dunia. Tetapi apakah keyakinan
tersebut disertai dengan kesadaran yang benar akan konsep dan pemahaman
Pekabaran Injil yang dipegang Yesus Kristus ketika Dia hadir di dunia sebagai
manusia?
Merujuk pada penjelasan di atas,
sebenarnya menurut konsep dan pemahaman Kristus, Pekabaran Injil adalah bagian
dari Misi Allah (Missio Dei) untuk
memperluas Kerajaan-Nya. Kerajaan Allah tidaklah identik dengan gereja.
Kerajaan Allah adalah kondisi kehidupan di mana Allah menjadi Raja di atas
segala raja. Gereja, sebagai umat Allah, dipanggil untuk berperan serta dalam
mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dengan melakukan Pekabaran Injil sesuai
dengan talenta yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Namun dalam sejarah perkembangan Kekristenan di Indonesia
tercatat bahwa Pekabaran Injil yang seharusnya menjadi sebuah upaya Gereja
untuk meneruskan karya Kristus yang mengabarkan kabar baik tentang kedatangan
Kerajaan Allah, justru dijadikan alat bagi Gereja untuk melakukan ekspansi bagi
dirinya sendiri. Pekabaran Injil seakan-akan menjadi senjata utama dan ujung
tombak bagi Gereja dalam upayanya menambah jumlah anggota dan memperluas
kekuasaannya. Hal ini ditandai oleh perameter
yang digunakan untuk menilai keberhasilan sebuah uapaya Pekabaran Injil.
Kerapkali pada masa sekarang ini, kita menilai keberhasilan sebuah Pekabaran
Injil dari sisi kuantitas. Gereja dikatakan berhasil dalam melakukan Pekabaran
Injil, jikalau gereja itu mampu membuka cabang di banyak tempat bahkan di
pelosok-pelosok negeri sekalipun.
2.4.
Konsep
Gereja tentang Pekabaran Injil Dalam Alkitab
Ada pandangan yang menganggap bahwa
Perjanjian Baru itu seperti tambahan ataupun revisi dari Perjanjian Lama.
Benarkah demikian? Untuk memahami hubungan antara keduanya, mari kita mengacu
yaitu apakah itu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan apakah hubungan
antara keduanya
2.4.1.
Konsep
Alkitab Perjanjian Lama
Perjanjian Lama adalah bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari Kitab Suci. Buku-bukunya diilhami secara ilahi dan
tetap memiliki nilainya karena Perjanjian
Lama tidak pernah dibatalkan. Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama
dimaksudkan untuk menyiapkan kedatangan Kristus Penebus seluruh dunia. Meskipun
kitab-kitab Perjanjian Lama juga mencantum hal-hal yang tidak sempurna dan
bersifat sementara, kitab-kitab itu memaparkan cara pendidikan ilahi yang
sejati. Kitab-kitab itu mencantum ajaran-ajaran yang luhur tentang Allah serta
kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang peri hidup manusia, pun juga
perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, akhirnya secara terselubung mengemban rahasia keselamatan kita. Umat
Kristen menghormati Perjanjian Lama sebagai Sabda Allah yang benar.
2.4.2. Konsep Alkitab Perjanjian Baru
Alkitab adalah Allah yang merupakan
kekuatan Allah demi keselamatan semua orang yang beriman (Roma 1:16). Dalam
kitab-kitab Perjanjian Baru disajikan secara istimewa dan memperlihatkan daya
kekuatannya” Tulisan-tulisan tersebut memberi kepada kita kebenaran definitif
wahyu ilahi. Tema sentralnya ialah
Yesus Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia, karya-Nya, ajaran-Nya,
kesengsaraan-Nya, dan pemuliaan-Nya begitu pula awal mula Gereja di bawah
bimbingan Roh Kudus. Kesatuan antara Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru, Sudah sejak zaman para Rasul (1Korintus
10:6,11; Ibrani 10:1; 1Petrus 3:21) dan juga dalam seluruh tradisi, kesatuan rencana ilahi dalam kedua Perjanjian
itu dijelaskan oleh Gereja melalui tipologi. Penafsiran macam ini
menemukan dalam karya Tuhan dalam Perjanjian Lama “Prabentuk” (tipologi) dari
apa yang dilaksanakan Tuhan dalam kepenuhan waktu dalam pribadi Sabda-Nya yang
menjadi manusia. Jadi umat
Kristen membaca Perjanjian Lama dalam terang Kristus yang telah wafat dan
bangkit. Pembacaan tipologis ini
menyingkapkan kekayaan Perjanjian Lama yang tidak terbatas. Tetapi tidak boleh
dilupakan, bahwa Perjanjian Lama memiliki nilai wahyu tersendiri yang Tuhan
kita sendiri telah nyatakan tentangnya (Markus 12:29-31). Selain itu Perjanjian
Baru juga perlu dibaca dalam cahaya Perjanjian Lama. Katekese perdana Kristen
selalu menggunakan Perjanjian Lama (1Korintus 5:6- 8; 10:1-11). Sesuai dengan
sebuah semboyan lama Perjanjian Baru
terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan Perjanjian Lama tersingkap dalam
Perjanjian Baru: Tipologi
berarti adanya perkembangan rencana ilahi ke arah pemenuhannya, sampai
akhirnya “Allah menjadi semua di dalam semua” (1 Korintus 15:28). Jadi Gereja
tidak pernah mengatakan bahwa Perjanjian Lama telah dibatalkan. Demikian pula,
Perjanjian Baru bukan semata-mata tambahan yang tidak ada kaitannya dengan
Perjanjian Lama, dan juga bukan semata-mata revisi yang membatalkan semua
Perjanjian Lama. Sebaliknya, apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama adalah
prabentuk (tipologi) dari apa yang kemudian digenapi oleh Kristus dalam
Perjanjian Baru. Dalam artian inilah maka Kristus mengatakan bahwa “satu iota
atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya
terjadi” (Matius 5:18). Namun penggenapan dari apa yang tertulis dalam
Perjanjian Lama tersebut, tidak harus sama persis dengan pernyataan dalam
Perjanjian Lama.
Sebab penggenapan tersebut mengacu kepada tema sentralnya,
yaitu Yesus Kristus, karya-Nya, ajaran-Nya, wafat dan kebangkitan-Nya. Dengan
prinsip ini, maka hukum moral yang diajarkan oleh hukum Taurat (yaitu Sepuluh
perintah Allah) tetap berlaku, sebab hukum tersebut merupakan prabentuk/tipologi
hukum cinta kasih yang diajarkan Kristus dalam Perjanjian Baru. Sedangkan hukum
Taurat yang mencakup tentang perintah-perintah, terutama ketentuan seremonial
dan hukuman/ sangsi, yang ditetapkan oleh dekrit para rabi Yahudi, tidak lagi berlaku.
Sebab keberadaan hukum-hukum seremonial dan sangsi adalah demi mempersiapkan
bangsa Yahudi untuk menerima Kristus Sang Mesias, yaitu bagaimana melalui
hukum-hukum itu bangsa Yahudi dipisahkan dari bangsa-bangsa lainnya,
dikuduskan, sebagai bangsa pilihan Allah. Agar melalui bangsa Yahudi, segenap
bangsa menerima keselamatan dari Allah (Efesus 2:15-16).[52]
CATATAN KAKI LIHAT DIBAWAH SESUAI NOMOR HALAMAN YG SUDAH TERSUSUN DI DAFTAR PUSTAKA. :
BY: ELIYONA BAENE.
[1]
Id.m.wikipedia.org/F.L._Anthing :salah satu pekabar Injil dari Belanda, Tahun
1820-1883
[2]
Billy Graham, Beritakan Injil, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1992). Hlm. 17
[3]
Ibid, hlm. 49-50
[4]
F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Gereja, (jakarta: BPK
Gunung Mulia,1999). Hlm.155-157
[5]
Peter Wagner. C. Pertumbuhan Gereja dan Peranan Roh Kudus. (malang: Gandum
Mas,1989). Hlm. 37
[7]
Arie de Kuiper; Misiologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm. 18.
[8]
Bavinck, Dr. J.H. pembimbing kedalam ilmu Pekabaran Injil. (Kampen, 1954). Hlm.
24.
[9]
Verkuyl, Dr. J. Pembimbing ke dalam Ilmu Pekabaran Injil masa kini. (Kampen:
1975). Hlm. 125
[10]
Bavinck, Dr. J.H. pembimbing kedalam ilmu Pekabaran Injil. (Kampen, 1954). Hlm.
28
[11]
Ibid, 29-30
[12]
David L. Baker, Satu Alkitab Dua Perjanjian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001).
Hlm. 272-275.
[13]
P. Octvianus, Gereja memasuki Abad XXI, (Malang: YPPII, 1997), hlm. 33.
[14]
Harun Hadiwijono. Inilah sahabatku, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1995), hlm.145
[15]
Venema, Pembimbing ke dalam Sejarah Penyataan Allah. (Papua: Stensilan, 1992).
Hlm, 18-21
[16]
John F. Havlik, Gereja yang Injili. (Bandung: LLB,1991), hlm. 9-14
[17]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke 2.
(Jakarta: Balai Pustaka, 1996). Hlm 313.
[18]
Roby I. Candra, Paduan bagi Aktivitas dan Pejabat Gerejawi. (Kalimalang:
Binawarga, 1996). Hlm. 2.
[19]
G.c. Van Niftrik, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta:BOK Gunung Mulia, 1995). Hlm.
359.
[20]
John Stott, Satu Umat, (Malang: Flening H. Revell Commpany Old Tappan, New
Jersey, 1992). Hlm. 10.
[21]
Herman Soekarno, Bagaimana Memotivasi Jemaat Melayani. (Malang: Gandum Mas,
1988). Hlm. 10.
[22]
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar. (Yogyakarta: Andi, 1993). Hlm. 183.
[23]
Carson, D.A, Gereja Zaman Perjanjian Baru dan Masa Kini. (Malang: Gandum Mas,
1997). Hlm. 21-22.
[24]
Y. Tomatala. Penginjilan Masa Kini jilid 1. (Malang: Gandum Mas, 1998). Hlm.
15-16
[25]
Peter Wagner. C, Strategi Perkembangan Gereja. (Malang: Gandum Mas, 1989). Hlm.
99
[26]
Rick Warren, Di Dorong Oleh Tujuan, (Malang: Gandung Mas, 1996) 3-5
[27] Newsletter GKI Monrovia, Juni 2002, Tahun
XVI No. 6
[28]
Peter Wagner, C. Strategi Perkembangan Gereja. (Malang : Gandum Mas, 1989).
Hlm.100.
[29]
Milliard J. Erickson, Teologi Kristen. (Malang: Gandum Mas, 2004). Hlm 286.
[30]
Luis Berkhof, Teologi Sistematika-Doktrin Gereja, (Jakarta: Lembaga Reformed
injil Indonesia, 1997). Hlm.6
[31]
Teologi Kristen Volume Tiga, Hlm, 286
[32]
Teologi Sistematika-Doktrin Gereja, Hlm, 6
[33]
Perhatikan David Watson I
Believe In The Churh, ( Grand Rapids, Michigan: Williams B. Eerdmans
Publishing Company, 1979 ) hlm. 65
[34]
R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), hlm.
54.
[35]
Andreas A. Yawangoe, Tidak Ada Penumpang Gelap,( Jakarta:BPK Gunung Mulia,2009).
[36]
Martin L. Sinaga dkk, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia; Teks-teks Eka
Darma Putra, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2005), hlm.404-405.
[37]
Olaf Herbert Schuman, Agama Dalam Dialog, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1999);
hlm, 216.
[38]
Soegeng Hardiyanto, dkk, Agama dalam Dialog, (Jakarta: BPK gunung Mulia, 2003),
hlm. 115
[39]
R. Soedarmo, Kamus IstilahTeologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1994). Hlm. 19.
[40]
Olah Herbert chumann, Agama dan Dialog. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hlm,
216.
[41]
A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004),
hlm. 2
[42]
Ibid, hlm. 8
[43]
Henk Ten Napel, Kamus Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hlm 188.
[44]
Gerald O’Collins, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1998). Hlm. 149.
[45]
Wikipedia, Ensiklopedia, org.
[46]
Sabda. Org, publikasi/e-rh/2012/12
[47]
Little, Paul E., Akal dan Kekristenan, (Terjemahan, Malang: Kalam Hidup, 1991).
Hlm. 7-15.
[48] Badan
Pekerja Majelis Sinode GKI, “Tata Gereja
dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia”, (Jakarta: BPMS GKI, 2009), hal.
12.
[49] A. Naftallino, Teologi Sejarah
Garis Peradaban-Yerusalem Pusat Rahmat Sejagat, edisi revisi, Bekasi, 2010. Hlm. 32-37
[50]
C. Peter Wagner, Strategi Perkembangan Gereja,
(Malang: Gandum Mas,
Cet. Ke-4, Malang, 2003). Hlm, 23-26.
[51]
BPMS GKI, “VISI dan MISI Gereja Kristen Indonesia
2002-2010”, (Jakarta:BPMS GKI, 2004), hal. 16.
[52]
Jenkins, Simon, Peta Alkita, Panduan untuk memahami lebih jelas
Peristiwa-peristiwa dalam Alkitab, (Jakarta, 1994), hlm, 2-5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar