Rabu, 11 April 2018

HUBUNGAN PEKABARAN INJIL DAN PERTUMBUHAN GEREJA


NAMA: ELIYONA BAENE
ASAL DARI NIAS.
MAKALAH BAB II. SEMOGA BERMANFAAT UNTUK YANG MEMBACANYA.
BAB II
HUBUNGAN PEKABARAN INJIL DAN PERTUMBUHAN GEREJA
2.1.         Pengertian Pekabaran Injil
           Pengertian Pekabaran Injil adalah Orang yang mengabarkan injil disebut Pekabar injil atau menyampaikan kabar sukacita, kabar tentang keselamatan hidup manusia, kabar tentang karya Allah yang membebaskan, memulihkan, membaharui, meyembuhkan karya yang telah dilakukan Tuhan Yesus. Injil adalah kabar tentang Keselamatan. Injil berasal dari bahasa Yunani yaitu euangelion yang artinya "kabar baik" atau "berita baik" atau "berita suka cita" Kata Injil sendiri berasal dari bahasa Arab.Secara umum Injil adalah kabar baik yang memberitakan tentang kedatangan Yesus Kristus untuk menyelamatkan setiap umat manusia yang percaya kepada-Nya. Saat ini Injil telah sampai dan telah dikabarkan hampir diseluruh belahan bumi.[1] Penginjilan memberitakan kabar baik tentang Kristus. Penginjilan itu lebih dari sekedar metode, Penginjilan adalah sebuah berita. Berita tentang Kasih Allah, tentang dosa manusia, tentang kematian Kristus, tentang penguburan-Nya dan kebangkitan-Nya.
           Penginjilan adalah berita tentang pengampunan dosa dari Allah. Penginjilan adalah berita yang menuntut suatu tanggapan menerima Injil itu dengan Iman lalu menjadi murid Yesus. Dalam istilah penginjilan mencakup segala usaha untuk memberitakan kabar baik tentang Yesus Krsitus, tujuannya dalah supaya orang-orang mengerti bahwa Allah menawarkan keselamatan dan supaya mereka menerima keselamatan itu dengan Iman dan hidup sebagai Murid Yesus.[2] Rasul Paulus dapat dikatakan sebagai contoh seorang penginjil keliling yang Alkitabiah, ia memberitakan Injil keseluruh dunia, ia takut dan taat kepada Tuhan dan Tuhan memanggil dia untuk menjadi penginjil besar, rasul Paulus mempunyai Karunia untuk menginjil haruslah dia pakai dan dia tidak mengabaikan Karunia itu, rasul Paulus  tidak pernah tidak taat “kepada penglihatan yang dari surga itu” (Kisah para rasul. 26:19).[3]
2.1.1.   Tokoh-tokoh Pekabaran Injil
Menurut Joseph Kam   mengatakan bahwa mengabarkan Injil dapat  memberikan darah segar kepada tubuh para jemaat.[4] Dalam pandangan ini memberikan usaha untuk melakukan pekabaran Injil, karena jika Injil itu di beritakan maka pertumbuhan rohani akan bertumbuh dalam dirinya. Demikian juga yang di katakana oleh  Omar Cabrera dari santa Fe dari Argentina adalah seorang Penginjil yang menganggap sangat perlu mengikat orang kuat itu atau mematahkan kekuasaan hirarkir Wilayah artinya pengijilan itu harus penuh dengan Kuasa Tuhan.[5]
Menurut Y. Tomatala mengenai hal ini menjelaskan bahwa Perjanjian Lama terlihat sepi dari Konsepsi Penginjilan, tetapi bila dilihat dari Perjanjian Baru inilah yang lebih Obyektif maka jelaslah bahwa pandangan yang menganaktirikan Perjanjian Lama dari penginjilan itu tidak dapat dibenarkan.[6] Perjanjian Lama merupakan dasar berpijak secara teologis filosofis bagi penginjilan dan sekaligus merupakan manifestasi penginjilan berdasarkan rancangan penyelamatan Allah yang Kekal.
2.1.2.      Pekabaran Injil dalam Perjanjian Lama
Dalam Alkitab penginjilan dalam konteks Perjanjian Lama belum dapat Penugasan yang tegas untuk melakukan pekabaran Injil ke luar terhadap segala bangsa, akan tetapi yang diutamakan dalam Perjanjian Lama adalah Pemilihan bangsa Israel dengan bangsa-bangsa lain.[7] Konsep penginjilan mulai berkembang mulai dari Perjanjian Lama yang kemudian menjadi Nyata dalam Perjanjian Baru. Perjanjian Lama lebih menekankan Allah INISIATOR penginjilan dan dasar titik tumpu bagi penginjilan sehingga secara jelas bahwa penginjilan bersumber dan berporos pada Allah Sang Pencipta dengan demikian penginjilan merupakan inisiatif Allah sendiri dan penginjilan dengan sendirinya di dukung oleh Allah yang hidup dan berkarya bagi diri-Nya. Pekabaran Injil dalam Perjanjian Lama ada kesan seolah-olah Perjanjian Lama sedikit saja meminati pengembangan Pekabaran Injil kepada bangsa-bangsa di sekitar Israel. Sementara itu kita bisa baca tentang keterlibatan TUHAN berperang melawan bangsa-bangsa seprti bangsa Filistin, Kanaan, Moab dan Amon.
Menurut Perintah Allah sendiri, seharusnya semua bangsa di lenyapkan  (Yosua dan Hakim-hakim). Dunia jahat akibat dosa sehingga lebih sering dilukiskan sebagai tempat pencobaan dan ancaman bagi Israel ketimbang wilayah aman di mana Allah menyatakan rencana Keselamatan-Nya. Untuk melindungi umat-Nya TUHAN mendirikan tembok pemisah (Efesus 2:14) antara israel dan bangsa-bangsa lain, sebab Israel mudah sekali terpengaruh kepada ibadah dewa-dewi bangsa-bangsa di sekitarnya. Israel adalah Umat pilihan TUHAN yang hidup dalam ruang perjanjian, dengan berkat yang di janjikan-Nya dan tuntutan-Nya untuk hidup kudus , sedangkan bangsa-bangsa lainnya berada di luar perjanjian itu dan diserahkan Tuhan kepada kecemaran diri mereka. (Roma 1:18-32).[8] Kesan seakan-akan semua bangsa di bumi, kecuali Israel di buang Tuhan untuk selama-lamanya, sehingga tidak ada gunanya untuk menjangkau mereka dengan Pekabaran Injil. 
Perjanjian Lama bahwa akan melihat ada “hari depan untuk semua bangsa di dunia” dalam Alkitab seluruhnya PL dan PB Tuhan menyatakan rencana keselamatan-Nya. Dalam rencana itu Tuhan memperhatikan semua bangsa bukan hanya satu bangsa saja yaitu Israel melainkan segenap umat manusia di bumi. Semua suku , bahasa dan bangsa yang disebut dalam kitab Wahyu 5:9-10 (akhir pernyataan Allah) mengacu kepada manusia  yang di sebut dalam kejadian 1:26 (awal pernyataan Allah). Memang Tuhan benar-benar memperhatikan dunia melalui Abram (Kejadian 12:1-3) atau Israel (Kejadian 19:6). Tuhan adalah Raja segala bangsa (Wahyu 15:3) sedangkan semua orang pilihan yang di beli Anak Domba dari tiap-tiap bangsa  memerintah sebagai raja di bumi (Wahyu 5:10) sesuai perintah yang di berikan Tuhan kepada manusia sesuai menciptakannya: “Berkuasalah..” (Kejadian 1:26-28).
Menurut Verkyl mengatakan bahwa segenap manusia adalah titik tolak kegiatan Allah. Itulah salah satu motif dasar protologi Kej 1-11 dan juga salah satu dasar eskatologi, seperti terdapat dalam wahyu dan Yohanes. Protologi kejadian menuju kepada eskatologi Wahyu dan Yohanes. Tujuan Allah terarah kepada seluruh dunia. Protologi adalah ilmu tentang Hal-hal yaitu tentang awal dunia, sedangkan eskatologi adalah ilmu tentang akhir yaitu akhir dunia[9]. Pekabaran Injil dalam Perjanjian Lama adalah bangsa Israel hidup pada Zaman PL dan tidak melakukan pekabaran Injil, mereka tidak mengutus secara teratur, tetapi atas perintah Tuhan pengabar-pengabar Firman Allah kepada bangsa-bangsa lain untuk memperbanyak umat Tuhan  melalui pertobatan dan  iman orang yang di luar perjanjian-Nya. Bangsa-bangsa lain belum tersentuh oleh Pekabaran injil, tetap karena perintah Tuhan sekali-kali diberitakan Firman Tuhan di beritakan kepada orang asing. Contoh Pengutusan Yunus Ke Niniwe kota negeri Asyur dan pada waktu zaman PL saatnya untuk kegiatan Pekabaran Injil tapi sebelumya belum tersentuh oleh Injil. Bila diadakan Pekabaran Injil secara insidental  maka tujuannya bukanlah untuk mengumpulkan bangsa-bangsa ke dalam lingkungan umat perjanjian Tuhan melainkan untuk menginsafkan Israel akan kedudukannya yang istimewa.[10] Pada zaman Perjanjian Lama memang belum diadakan Pekabaran Injil secara aktif, namun ini tidak berarti bahwa tidak memancar kesaksian tentang Tuhan ke bangsa-bangsa sekeliling israel tetapi sifatnya lain: tidak diadakan pengutusan untuk memberitakan Injil. Lagi pula Tujuannya : bukan meluluh untuk membuat orang asing menjadi anak Tuhan melainkan untuk menunjukkan kuasa Tuhan yang melindungi umat perjanjian-Nya. Secara perlahan-lahan bangsa-bangsa disiapkan untuk kelahiran Juruselamat dunia, kemudian Ia mengutus pengabar-pengabar Injil sampai ke ujung bumi, pekabaran Injil melaju cepat di wilayah timur tengah pada saat yang di tentukan Allah sendiri berdasarkan rencana-Nya maka bangsa-bangsa di jangkau.[11] Bangsa Israel adalah bangsa yang mempunyai status yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain, status itu adalah pertama-tama mereka keturunan Abraham adalah anak yang istimewa maksudnya adalah anak yang istimewa yang di lahirkan karena Tuhan sejak semulanya mengikatkan diri-Nya kepada apa yang dijanjikan-Nya kepada bangsa Israel. Bangsa Israel adalah bangsa yang sangat Istimewa dan karena Tuhan yang mengangkat mereka sebagai umat-Nya dan pertama-tama di sana disampaikan kebenaran Tuhan kepada Musa saat masih berada di Mesir. Keberadaan Israel dalam perbudakan di Mesir memiliki nilai misi bagi Tuhan yang positif karena Tuhan sendiri yang terlibat dalam peristiwa itu.[12] Jadi Perjanjian Lama ini menekankan Fakta tentang Allah sebagai inisiator penginjilan dan Perjanjian Baru menekankan Allah sebagai konsumator.



2.1.3.      Pekabaran Injil dalam Perjanjian Baru
Pada Hakikatnya Penginjilan dalam Perjanjian Baru adalah pusat pelaksanaan Amanat Agung Yesus Kristus (Matius 28:19-20) yang juga merupakan misi Allah seutuhnya. Sebelum Kritus naik ke surga, Ia memberikan suatu tugas kepada Gereja untuk pergi keseluruh dunia dan menjadikan orang-orang murid-Nya, dengan mengajar mereka melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkan-Nya. Perjanjian Baru lebih menekankan Allah sebagai konsumator penginjilan artinya bahwa penginjilan dalam Perjanjian Baru telah digenapi di dalam Yesus Kristus melalui kedatangan-Nya ke dalam dunia.
Mengenai hal ini J. verkuyl menyatakan dalam Perjanjian Baru, Konseptro dan inisiatif Misi adalah Kritus sendiri,  sebagaimana Mesias yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama. Oleh karena Bapa dan Anak itu satu adanya, maka Kristus pun berhak memberi mandat misi kepada para murid seperti yang diungkapkan dalam keempat injil dan Kisah Para Rasul.[13] Dengan demikian gereja dituntut supaya melayani Allah dengan menyerahkan hidupnya bagi tugas tersebut, Harun Hadiwijono menegaskan bahwa oleh karena Allah menghendaki supaya semua selamat (1 Timotius 2:4) maka Allah bekerja untuk menyelamatkan semua orang.[14] Semua kitab PB di tulis pada Zaman Pekabaran Injil yaitu zaman mulai pentakosta dan kurung waktu berikutnya, bahwa penulisan PB merupakan kegiatan utama PI. Kitab PB berasal zaman setelah peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus Kristus juga setelah Yesus Memberitakan Injil kepada segala Makhluk (Markusk 16:15) dan menjadikan semua bangsa murid Kristus (Matius 28:19), dan kemudian setelah Roh Kudus di curahkan ke atas mereka. Pada hari pentakosta rasul-rasul berbicara”seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya” (Kisah para rasul 2:4). Hari Pentakosta dan yang berlangsung sampai kepada Hari Yang Terakhir adalah zaman pelayanan Roh (2 Korintus 3:8) adalah Tugas Roh menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yohanes 16:8-11), sehingga dapat dikatakan Akhir Zaman adalah Zaman Pekabaran Injil. Penulisan Kitab PB adalah Dorongan Roh Kudus (2 Petrus 1:20-21) adalah pelaksanaan perintah raja Yesus Kristus untuk pergi kepada semua bangsa dengan berita keselamatan..
Dasar Pekabaran Injil menurut Perjanjian Baru adalah maka yang perlu kita perhatikan adalah sifat Perjanjian Baru sebagai buku Pekabaran Injil menurut Injil-Injil. Demikianlah Yesus memberitakan Injil kepada umat Tuhan bangsa Yahudi (Markus 1:15). Saat yang ditentukan Bapa telah datang Juruselamat yaitu Yesus Kristus Tuhan Lahir di Kota Daud (Lukas 2:11). Telah tiba penggenapan hukum taurat dan Kitab-kitab Para Nabi, “ Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya” kata Yesus dalam Khotbahnya di bukit (Matius 5:17) Yesus membaca Kitab Yesaya lalu berkata”pada hari genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (Lukas 4:21). Inilah Penggenapan Perjanjian Lama sudah dekat karena Raja Damai tunas Daud yang di janjikan Para Nabi (Yeremia 23:1-8) sekarang berdiri di hadapan mereka dengan Inkarnasi Allah (Yohanes 1:14; Filipi 2:1-11).[15] Penginjilan dalam Perjanjian Baru, adalah  Allah melalui Tuhan Yesus Kristus, yang bersifat Teosentris dan Mesianik dari penginjilan itu sendiri yang di genapi dalam karya Tuhan Yesus.
Hubungan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah: Perjanjian Lama memandang Salib ada di depan sedangkan Perjanjian Baru memandang Salib itu ada di belakang.  Berdasarka Perjanjian Lama penginjilan sebagai bentuk harapan dan kenyataan Allah yang terjadi sedangkan Perjanjian Baru merupakan penyataan dan pemenuhan. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah menonjolkan penginjilan seperti aliran kuasa penyelamatan Allah yang aktif, dinamis dan berkesinambungan. Allah terus bekerja dalam penggenapan rencana penyelamatan Allah.

2.1.4.      Tugas dan Panggilan Pekabar Injil
a.                  Menjadi saksi Kristus.
Tugas dan panggilan yang sesungguhnya menyatu dalam kehidupan gereja dan bergerak melampaui sekat-sekat geografis, sosial, politik, ekonomi dan budaya (Matius 28:18-20). Dan hal ini memperlihatkan apostolik dari gereja yakni berpegang pada ajaran rasul atau para pekabar Injil yang mengambil tugasnya dengan melayani Tuhan yang sungguh-sungguh dan bergerak keluar untuk mewartakan Kerajaan Allah.
b.                  Mewartakan Karya Keselamatan Allah dalam Yesus Kristus.
Gereja lahir dari karya Roh Kudus untuk mewartakan Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus serta membawa dunia kepertobatan dan rekonsiliasi (Lukas 4:16-20) yang terus hidup sepanjang sejarah melalui pekerjaan Roh Kudus (Yohanes 14:26; Kis 1:8) oleh karena itu gereja yang meninggalkan tugas dan tanggungjawabnya menjadi saksi Kristus pada dasarnya sudah kehilangan dasar keberadaannya.
c.                   Shalom Allah
Injil sebagaimana diberitakan oleh Alkitab adalah Shalom Allah melalui Yesus Kristus (Luk 4:14-20) yang terus hidup sepanjang sejarah oleh karya Roh Kudus. Shalom Allah senantiasa mendorong gereja-gereja untuk hhidup dalam persekutuan yang di landasi oleh Kasih Allah dan saling menerima satu sama lainnya (Ef 2:17-22).
d.                  Tanggungjawab
Sejak bumi di ciptakan  oleh Allah, manusia di berikan kepercayaan untuk mengambil bagian dalam Karya Allah untuk merawat bumi dan segala isinya. Manusia bertanggungjawab dalam mewujudkan Shalom Allah bagi bumi dan segala isinya.[16] Dengan demikian maka orang percaya di berikan tanggung jawab untuk dapat melaksanakan misi Allah di bumi ini.
2.2.      Pengertian Pertumbuhan Gereja
            Menurut  Kamus Bahasa Indonesia Gereja Adalah gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama Kristen; badan (organisasi) umat Kristen yang sama kepercayaan, ajaran, dan tata cara ibadahnya.[17] Istilah gereja berasal dari kata Igreja” (portugis), “Ecclesia” (latin) atau ecclesia (Yunani) “Kaleo” berarti memanggil. Jadi secara harafiah :Ecclesia” berarti sekumpulan orang yang di panggil keluar. Maka dari kata ini muncul kata Eklesiologi yang berarti ilmu pemahaman tentang Gereja.[18] kata jemaat berasal dari kata Arab “jama’a” yang artinya “berkumpul” atau “mengumpulkan”. Tetapi gereja bukanlah sekelompok manusia yang berkumpul atas inisiatifnya sendiri, Kristuslah yang perantaraan Firman dan Roh mengumpulkan jemaat Bagi-Nya.[19]
John Stott dalam bukunya menuliskan bahwa: Gereja yang merupakan umat Allah adalah suatu bangunan yang tidak di buat oleh tangan manusia, suatu bangunan yang di rancang oleh Allah sendiri, bait Allah rohani yang di bangun kembali dengan Yesus Kristus sebagai satu-satunya dasar seperti yang di saksikan oleh para rasul dan para nabi dan Roh Kudus di tempat Maha Suci.[20]
Kata gereja dapat juga berarti suatu sistem administrasi, organisasi dan liturgi yang di pakai sebagai sarana untuk beribadah.
Herman Soekahar mengatakan bahwa: dalam berpikiran bahwa gereja adalah seperti yang disbutkan itu, orang Kristen sering mempunyai kecenderungan, merasa puas kalau data-data yang bersangkutpaut dengan masalah kegerejaan telah tersusun rapi di kantor gereja. Merasa Puas kalau liturgi gereja telah menyatuhkan hati setiap orang yang hadir dalam kebaktian. Merasa puas kalau jumlah pengunjungan gereja telah cukup banyak.[21]
Dalam bahasa Inggris, kata gereja (Church atau Kirk) berasal dari bahasa Gerika “kuriakonyang berarti Milik Tuhan. Kata tersebut hanya di gunakan dua kali dalam Perjanjian Baru yaitu 1 Korintus 11:20 (mengenai perjamuan Tuhan) dan Wahyu 1:10 (mengenai Hari Tuhan). Kata itu berarti di gunakan untuk menunjukkan hal-hal lainya seperti tempat atau orang-orang atau denominasi atau tanah air yang bertalian dengan kelompok orang yang menjadi milik Tuhan.[22] Pertumbuhan Gereja adalah persekutuan orang-orang yang terpanggil untuk menjadi sarana berkembangnya kerjaan sorga yaitu dengan pengakuan mereka dan dengan ketaatan mereka terhadap peraturan-peraturan dan undang-undang kerajaan sorga serta dengan pemasyuran Injil Kerajaan. Bahwa gereja di penuhi oleh Kristus dengan segala kepenuhan Allah itu bukan kenyataan suatu yang berifat rahasi atau mistis melainkan suatu kenyataan yang di hubungkan dengan hidup gereja yang konkrit di dalam dunia Injil.[23]  Oleh karena itu kepenuhan dan pemenuhan ini adalah suatu kenyataan yang menuntut pergumulan gereja dengan segala kuasa yang ingin melepaskan gereja dari Kristus dari segala kekayaan-Nya. Kepenuhan pemenuhan ini hanya dapat menjadi kenyataan jikalau gereja berjuang dengan segala kekuatannya untuk merealisasikannya. Selamanya gereja harus menjadi gereja yang melayani. Gereja adalah alat dan wakil dari Roh Kudus yang diam di tengah-tengah gereja untuk melaksanakan rencana dan maksud yang telah di tetapkan Allah untuk menjangkau seluruh Umat manusia dan mengantisipasi perluasan keseluruh dunia.[24] Pertumbuhan gereja meliputi segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dalam usaha membawa orang-orang yang tidak mempunyai hubungan pribadi dengan Yesus Kristus kepada persekutuan dengan-Nya dan kepada keanggotaan gereja yang bertanggung jawab.
2.2.1.      Tokoh-tokoh Pertumbuhan Gereja
Ikrar Lausane yang menyatakan bahwa dalam tugas pelayanan gereja harus memerlukan pengorbanan pekabaran Injil yang di utamakan, karena tugas kita adalah merencanakan strategi perkembangan gereja dan penginjilan juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari strategi itu sendiri.[25] 
Menurut Pastor Rick Warren Salah satu penyebab seseorangg tertarik dengan "Purpose-Driven Church" Conference-nya karena "Purpose-Driven" tersebut adalah motivasi yang mendorong pertumbuhan gereja. "Purpose-Driven" kalau diterjemahkan bebas berarti "Didorong oleh Tujuan". Tujuan yang harusnya dimiliki oleh gereja adalah dalam (Kisah para rasul 2:47) "Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." di atas kita akan menemukan bahwa tujuan gereja yang bertumbuh adalah untuk menyelamatkan manusia. Tuhan Yesus meninggalkan surga kemudian mati di kayu salib semata- mata dengan tujuan untuk menyelamatkan manusia, bukan program- program ataupun fasilitas gereja.[26] Demikian juga dengan gereja kita yang dimulai mengabarkan Injil bagi orang lain dan memberi dorongan untuk melayani dan menyelamatkan sesama kita yang belum percaya kepada Tuhan.[27]      Defenisi Pertumbuhan Gereja menurut anggaran dasar Nort American Society For Church Growth berbunyi : pertumbuhan Gereja adalah suatu displin ilmu yang menyelidiki sifat-sifat, perluasa, perintisan, pelipatgandaan, fungsi dan kesejahteraan gereja-gereja Kristen dalam Hubungannya dengan penerapan yang efektif dari Amanat Allah untuk menjadikan semua bangsa Murid-Nya (Matius 28:18-20). Defenisi ini merupakan bagian dari pengijilan dan perintisan gereja yang membuat gereja bertumbuh.[28]



2.2.2.      Pertumbuhan Gereja dalam Perjanjian Lama
Perjanjian Lama memakai dua istilah untuk menunjukkan Gereja yaitu Qahal” yang di turunkan dari akar kata yang sudah tidak di pakai lagi yaitu Qal” yang artinya “Suara” merujuk kepada panggilan untuk berkunjung  serta tindakan beerkumpul itu sendiri. Unsur kekpercayaan kadang-kadang tampak dalam penggunaan istilah ini misalnya (Ulangan 9:10; 23:1-3).[29] “Edhah” yang berasal dari kata “Ya”adh” yang artinya memilih atau menunjuk atau bertemu bersama-sama di satu tempat yang telah di tunjuk.[30] Istilah Edh” ini dengan istilah merujuk kepada kepada Umat yang berkumpul di sekeliling sistem keagamaan dan di sekitarhum Taurat.[31] Kedua kata ini di pakai dalam secara beesamaan menjadi “Qehal’edhah” yaitu Kumpulan Jemaah” (Kel 12:6; Bil 14:5; Yer 26:17).[32]
2.2.3.      Pertumbuhan Gereja dalam Perjanjian Baru
Nama gereja berasal dari bahasa Latin igreia, dalam bahasa Inggris church dalain bahasa Jerman kirche, dalarn bahasa Swedia kyrke, bahasa Slavia cerkov, bahasa Scot kirk; bahasa Belanda kerk, yang mempunyai arti milik Allah . Di dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menyatakan pengertian jemaat Tuhan adalah ekklesia yang berasal dari dua kata yaitu “ek dan kaleo” yang berarti ”memanggil ke luar” dan kata sinagoge dari kata sunagoge, dari kata “Sun dan ago” yang berarti datang atau berkumpul bersama. sebagaimana dipakai di dalam Matius 16 : 18 dan 18 : 17. Di dalam LXX (Septuaginta ) kata ini dipakai untuk menerjemahkan pengertian Jemaat. Dalam kebiasaan Yunani Klasik (non Kristen ) kata ini dipakai untuk "sidang parlemen" atau sidang rakyat, yang biasa diadakan di Athena pada hari-hari besar dengan dihadiri oleh para wakil rakyat dan penduduk segenap negeri.Anggota ekklesia adalah orang-orang yang dipanggil, yang dipilih. Dengan menggunakan istilah ekklesia untuk gereja, menunjukkan bahwa gereja adalah orang-orang yang dipanggil yang dipilih. Memang kedatangan Kristus tidak membawa istilah-istilah asing dari surga, melainkan datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia berdosa, sehingga dengan demikian istilah-istilah yang pemah ada dan yang sudah ada di dalam bahasa setempat Ia pakai juga, tetapi dengan isi dan pengertian yang baru. Istilah-istilah di dalam Perjanjian Lama juga tidak Dia ganti melainkan justru Dia beri makna baru.[33] Di dalam buku The Structure Doctrine of the Church, Douglas Barmennan memberikan komentar terhadap pengakuan Petrus di dalam  Matius 16 : 16, yang ditanggapi oleh Tuhan Yesus di dalam ayat 17, dengan istilah apekalupsen soi, bahwa pengakuan Petrus tersebut bukan berasal dari manusia. Bahwa hati Petrus terbuka menerima kebenaran penyataan Allah. "Di atas pengakuan itulah gereja atau jemaat Tuhan didirikan di atas dunia ini. Dengan demikian dasar berdirinya gereja bukan bersumber dari dunia ini melainkan dari pernyataan Allah, yang mengatakan "oikodomeso mou ten ekklesian " yang berarti: "Aku hendak mendirikan jemaat-Ku untukKu sendiri".
Lukas pertama kali menggunakan istilah itu untuk jemaat yang mula-mula di dalam Kisah Rasul 5 : 11 untuk menyatakan kumpulan orang Kristen. Kata itu juga mempunyai arti jemaat atau assembly. Dengan demikian identitas orang Kristen dalam Gereja yang mula-mula semakin jelas, bahwa mereka tidak lagi sebagai pendukung "tata ibadat" synagoge dalam pengertian agama Yahudi melainkan sebagai orang-orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus. Memang harus disadari bahwa pengertian ekklesia di dalam Matius 16, sering kali menjadi bahan perdebatan theologis namun dalam tulisan ini tidak akan dibahas. Perlu juga ditambahkan untuk mendukung konsep gereja yang misioner, yang melaksanakan Missio Dei, bahwa pemakaian istilah ekklesia mempunyai empat maksud:
1.                     Untuk menunjukkan pengertian gereja secara universal, sebagai persekutuan orang percaya (Efesus 1 : 22, 3 : 10, 21 ; I Korintus 10 : 32, 12 : 28; Filipi 3 : 6; Kolose 1 : 58 Sekaligus menunjukkan sifat misioner gereja yang inklusif.
2.                     Untuk menunjukkan pengertian gereja secara lokal seperti misalnya gereja di Kenkrea, Korintus, Laodekia dan sebagainya. Dengan demikian konteks lokal juga mendapat tempat semestinya.
3.                     Dalam pengertian jemaat yang aktual di beberapa tempat dalam persekutuan ibadat bersama (I Korintus 11 : 18, 14 : 19, 23) "sunerkomenon humon en ekklesia".
4.                     Dipakai untuk menunjukkan tempat ibadat atau rumah yang biasanya dipakai untuk berkumpul bersama oleh kelompok kecil, sebagai ekklesia domestis (jemaat rumah Misalnya Roma 16 : 5, ten kat'oikon ekklesian
2.2.4.      Tugas dan Panggilan Gereja
Gereja yang hidup adalah gereja yang bersaksi tentang Yesus Kristus di dunia (Kisah Para Rasul 1:8), Gereja terpanggil untuk melaksanakan Amanat Agung Kristus (Matius 28:16-20; Markus 16:15). Menjadi saksi Kristus adalah tugas gereja dan warganya yang berlaku sepanjang masa dan bukan hanya bersaksi (Marturia), tetapi juga bersekutu (Koinonia) dan melayani (Diakonia). Inilah yang disebut tugas Gereja dalam Penginjilan.

a.                  Marturia (Bersaksi)
Marturia (bersaksi), istilah dari kata Marturia dalam bahasa Yunani: “Marturia” artinya “Kesaksian” dan kata Marturia di pakai dalam tugas-tugas gereja sebagai alat penginjilan dan orang-orang percaya untuk bersaksi atas kasih Yesus Kristus kepada dunia.[34] Istilah Marturia di pakai gereja dalam melakukan aktivitas imannya, sebagai tugas panggilan gereja dalam penginjilan yaitu dalam hal kesaksian iman, kesaksian iman yang dimaksud adalah pemberitaan Injil sebagai berita keselamatan bagi manusia, kata marturia sendiri sangat dekat dengan kata martir yaitu orang-orang yang mati karena memberitakan Injil pada zaman sesudah Yesusk Kritus, marturia biasanya di sandingkan dengan tugas dalam penginjilan lainya yaitu Koinonia yang berarti persekutuan dan Diakonia yang berarti pelayanan.[35]
Eka Darma Putra seorang Teolog dalam memberikan Penjelasan tentang Pengertian “marturia” sebagai berikut:
“Merturein” mempunyai akar kata yang sama dengan “martir” (syuhada). Kita memberitakan dengan mulut kita, namun yang diberikan adalah seluruh diri (hidup) kita. Seluruh diri (hidup) kita merupakan persembahan (kesaksian) (dibandingkan Roma 12:1). Istilah lain yang di pakai “kerusin” (penekanan padapengutusan Allah); “euangglizethai” (meneruskan kabar baik); “didakhe” (mengajar); biasanya untuk ke dalam”.[36]
Marturia juga diartikan sebagai “Pemberitaan Injil Firman Tuhan dalam bentuk Hukum dan Injil;  semua orang perlu diberitahukan tentang kehendak Allah serta perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah[37] dan kesaksian itu berpuncak pada pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat dunia.[38]
b.                  Diakonia (Pelayanan)
 “Diakonia” dalam bahasa Yunani artinya “pelayanan” dalam gereja. Pelayanan dalam gereja terebut “diakonos” (Ikorintus 3:5; II Korintus 6:4; 11:23). Kritus di sebut pelayan (Roma 15:8). Diakonia pada umumnya di pakai dalam efekktivitas gereja untuk membantu anggota gereja yang lemah ekonominya dan  rohaninya, dan pelayanan ini  tidak terbatas pada anggota gereja saja, sebab gereja berfungsi menjadi “terang dunia” dan “garam dunia”[39] Diakonia bertujuan “agar hak dan martabat sesama manusia ditegakkan, serta kebutuhan hidupnya seperti sandang, pangan, papan, pakaian, pengobatan dan pendidikan dapat terjamin semuanya.[40]  Dalam bukunya yang berjudul Orientasi Diakonia Gereja A. Noodegraaf menuliskan: : memberi pertolongan atau pelayanan”, kata ni berasal dari bahasa Yunani “diakonia” (pelayanan) “diakonein” (melayani), “diakonos” (pelayan).[41] Diakonia merupakan sautu ungkapan diri Jemaat Kristen. Diakonia bukan berupa hobi atau kesukaan seorang, tidak berasal dari kemauan hati dari orang alim, tidak berasal dari rasa iba, tetapi merupakan tugas yang diserahkan oleh Allah kepada gereja. Diakonia yang hidup dan sadar adalah hasil kepercayaan kepada Yesus Kristus yang dulu berada di tengah-tengah manusia sebagai “pelayanan” (Lukas 22:27).[42]
c.                   Koinonia (Persekutuan)
Kata “Koinonia”  dalam bahsa Yunani adalah “Koinonia” artinya “persekutuan”.[43] Istilah yang dipakai dalam Perjanjian Baru yang berarti berbagi dalam penderitaan kristus (Filipi. 3:10), Koinonia seringkali mengungkapkan kesatuan yang ada di gereja-gereja yang dihimpun oleh cinta Yesus yang hadir dalam Roh-Nya.[44] “Koinonia” berarti persekutuan dengan partisipasi intim yang menggambarkan hubungan dalam gereja Kristen perdana serta tindakan memecahkan roti dalam cara yang di tentukan Kristus selama Perjamuan Paskah (Yoh 6:48-69; Mat 26:26-28).[45] Kata persekutuan dalam kehidupan jemaat mula-mula di terjemahkan dari kata Yunani Koinonia (Kis 2:42) yang secara harafiah berarti memiliki atau berbagi suatu hal bersama, baik dalam kehidupan Rohani maupun dalam kehhidupan Jasmani.[46]
2.3.            Upaya Gereja dalam Pandangan Pekabaran Injil
Oswald J Smith, seorang gembala sidang dan penginjil berkata bahwa: tiap-tiap orang dalam gereja adalah anggota dari perkumpulan pekabaran Injil. orang berusaha sedapat mungkin supaya tiap orang dari biduan gereja yang berjumlah lebih dari 100 orang, tiap-tiap ketua, anggota majelis dan pengurus gereja yang 120 orang banyaknya, tiap pembantu, tiap-tiap guru sekolah minggu dan pekerja, tiap anak laki-laki dan perempuan akan menyokong pekerjaan pekabaran Injil. Kami tidak biarkan orang tua memberi untuk anaknya. Kami mengajar anak-anak kami memberi sendiri juga. Mulai dengan mereka yang berumur 5-6 tahun, mereka diajar untuk memberi secara sistematis. Kemudian bila mereka menjadi besar, kami tak mempunyai kesulitan lagi dengan mereka. Mereka telah belajar bagaimana semestinya memberi (untuk pekabaran Injil).
Pekerjaan pekabaran Injil ke seluruh dunia terlalu penting untuk diserahkan kepada suatu organisasi saja. Seluruh gereja harus melakukan pekerjaan itu, dan bila tiap-tiap anggota gereja memahami hal ini dan tiap-tiap anggota turut menyumbang, maka kita akan mencapai tujuan kita, pun mendapat segala keperluan kita.  Tiap-tiap orang Kristen menjadi penginjil, inilah pekerjaan seluruh gereja.[47]
2.3.1.      Upaya Pekabaran Injil bagian yang Hakiki dalam Kehidupan    Gereja
Pekabaran Injil memang dipahami dalam pemahaman yang sangat sempit, yaitu sebagai upaya orang yang beragama Kristen untuk mengarahkan orang yang belum beragama Kristen, mememeluk agama Kristen. Pendirian sekolah, lembaga-lembaga sosial, dan kegiatan-kegiatan pelayanan kemasyarakatan yang dilakukan oleh gereja pada masa lalu, seringkali dijiwai oleh semangat untuk menjaring jiwa-jiwa baru. Pekabaran Injil seharusnya tidak lagi dipahami sebagai upaya gereja untuk menambah jumlah orang yang beragama Kristen. Pekabaran Injil, seharusnya dipahami sebagai upaya gereja dalam mengamalkan nilai-nilai Kerajaan Allah yang diyakininya. Dengan pemahaman yang semacam itu, maka Pekabaran Injil dapat dilaksanakan dalam semangat keterbukaan untuk membangun relasi dan kerjasama dengan pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai yang sama. Bukankah nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti: kasih, kedamaian, kesejahteraan, keadilan, dsb merupakan nilai-nilai yang oleh banyak orang dipandang sebagai nilai-nilai yang baik dan pantas untuk diperjuangkan.
Pekabaran Injil yang dipahami sebagai upaya pengamalan  nilai-nilai Kerajaan Allah, ukuran keberhasilannya bukanlah terletak pada bertambah atau tidaknya jumlah orang Kristen, melainkan apakah masyarakat hidup dalam sikap dan perilaku yang dijiwai nilai-nilai Kerajaan Allah atau tidak. Pekabaran Injil yang semacam ini menjadi berhasil ketika ketidakadilan, kekerasan, kemiskinan, kecurangan, pementingan diri, dan nilai-nilai lain yang bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah menjadi berkurang di negeri ini. Dengan memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah, kehadiran gereja dengan sendirinya akan dipandang sebagai berkat bagi masyarakat umum.[48]
2.3.2.      Upaya Pekabaran Injil Bagi Pertumbuhan Gereja
Jika membicarakan tentang “pertumbuhan”, berarti kata tersebut sedang mengarahkan  pikiran kita kepada  sesuatu yang sedang terjadi menuju kepada perubahan dan pertambahan. Perubahan itu boleh saja meninggalkan sesuatu pokok yang sedang dibicarakan, atau terbentuknya sesuatu dari yang dibicarakan  maupun sesuatu sedang berubah pada yang dibicarakan. Yang menjadi pokok pembicaraan pada hal ini adalah pertumbuhan gereja”. Pertumbuhan Gereja selalu erat hubungannya dengan pertambahan orang-orang percaya oleh pemberitaan Injil.
Sejarah berdirinya Gereja dan pertumbuhan Kristen, selalu berhubungan dengan perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan yang dialami Gereja secara empirik selama di dunia ini. Pergumulan dan bentuk-bentuk yang dipakai untuk mengungkapkan Injil, menjadi titik tolak pertumbuhan Gereja sepanjang abad. Pada hal  ini Kitab Kisah Para Rasul dapat dijadikan sebagai pergerakan pertumbuhan Gereja. Karena di dalam kitab ini terdapat sejarah berdirinya Gereja Kristen, khotbah-khotbah para Rasul, penganiayaan terhadap umat Kristen, penginjilan kepada bangsa-bangsa lain, dan serta permulaan adanya sebutan Kristen.[49] Pada hakikatnya gereja yang bertumbuh adalah gereja yang memberitakan Firman Tuhan dan melayankan sakramen. Ini sungguh suatu konsep awal supaya Injil dipahami membawa pemberitaan untuk keselamatan. Sejak gong gereja berbunyi, gereja tidak hanya ada di YerusalemPekabaran Injil menjadi ciri khas dari Gereja yang bertumbuh untuk mengembangkan amanat Kristus yang diutus ke dalam dunia untuk menjalankan rencana keselamatan Allah. J.U. Siregar,  menuliskan:  Pekabaran Injil merupakan sesuatu yang mutlak bagi Gereja, yang wajib dalam kehidupan Gereja dan semua jemaat. Pemahaman Gereja sehubungan dengan amanat yang diembannya merupakan awal dari pemahaman Gereja yang bertumbuh dan menjadi Gereja yang missioner.[50]
2.3.3.      Upaya Pekabaran Injil Dalam Pandangan Yesus Kristus
Pekabaran Injil pada dasarnya merupakan satu bagian yang menjadi tanggung jawab seluruh orang Kristen, sebab Kristus sendiri hadir di tengah dunia dalam rangka memberitakan Injil kepada dunia. Kehadiran-Nya di dalam dunia dihayati sebagai usaha untuk memberitakan Injil, sebagaimana yang ditulis dalam Markus 1: 38, “Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku datang”. Tetapi apa yang dimaksud Kristus dengan kata ‘Injil; di sini? Kata ‘Injil’ dalam pandangan Kristus dapat diartikan sebagai kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah. Hal ini tersirat dalam perkataan-Nya yang ditulis oleh Lukas dalam Lukas 4: 18-19 yang menyatakan “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada  kepada orang-orang miskin; dan Ia mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan pengelihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Jadi dengan demikian, sebenarnya dapat kita simpulkan bahwa dalam pandangan Yesus Kristus, Pekabaran Injil adalah upaya untuk memberitakan kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah dengan segala tanda-tandanya kepada dunia.
Pekabaran Injil yang semacam inilah yang oleh Yesus Kristus dinubuatkan akan dilanjutkan sebagai ‘keharusan’ sejarah untuk diberitakan sebelum akhir zaman tiba, sebagaimana yang dituliskan dalam Markus 13: 10, “tetapi Injil harus diberitakan dahulu kepada semua bangsa. Sebab itu, dalam rangka mengisi masa antara kedatangan Yesus Kristus sampai akhir zaman, Dia memberikan perintah pemberitaan Injil yang dituliskan dalam Matius 28: 19-20, Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Perintah Tuhan Yesus Kristus ini pada hakekatnya adalah sebuah perintah untuk ‘memuridkan’ (mengajar melakukan perintah Yesus Kristus) dan ‘membaptiskan’ (sebagaimana yang dilakukan Yesus Kristus sejak awal kegiatan pelayanan-Nya), sehingga orang dapat mengenal dan merasakan tanda-tanda kedatangan Kerajaan Allah dalam hidupnya.[51]
2.3.4.      Upaya Realita Pekabaran Injil dalam pandangan Gereja Masa Kini
Pada masa sekarang ini, sebagai Gereja kita meyakini bahwa Pekabaran Injil yang sekarang ini kita lakukan adalah wujud ketaatan kita kepada Yesus Kristus yang telah memberikan perintah untuk melakukan Pekabaran Injil ke seluruh dunia. Tetapi apakah keyakinan tersebut disertai dengan kesadaran yang benar akan konsep dan pemahaman Pekabaran Injil yang dipegang Yesus Kristus ketika Dia hadir di dunia sebagai manusia?
Merujuk pada penjelasan di atas, sebenarnya menurut konsep dan pemahaman Kristus, Pekabaran Injil adalah bagian dari Misi Allah (Missio Dei) untuk memperluas Kerajaan-Nya. Kerajaan Allah tidaklah identik dengan gereja. Kerajaan Allah adalah kondisi kehidupan di mana Allah menjadi Raja di atas segala raja. Gereja, sebagai umat Allah, dipanggil untuk berperan serta dalam mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dengan melakukan Pekabaran Injil sesuai dengan talenta yang dikaruniakan Allah kepadanya.       Namun dalam sejarah perkembangan Kekristenan di Indonesia tercatat bahwa Pekabaran Injil yang seharusnya menjadi sebuah upaya Gereja untuk meneruskan karya Kristus yang mengabarkan kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah, justru dijadikan alat bagi Gereja untuk melakukan ekspansi bagi dirinya sendiri. Pekabaran Injil seakan-akan menjadi senjata utama dan ujung tombak bagi Gereja dalam upayanya menambah jumlah anggota dan memperluas kekuasaannya. Hal ini ditandai oleh perameter yang digunakan untuk menilai keberhasilan sebuah uapaya Pekabaran Injil. Kerapkali pada masa sekarang ini, kita menilai keberhasilan sebuah Pekabaran Injil dari sisi kuantitas. Gereja dikatakan berhasil dalam melakukan Pekabaran Injil, jikalau gereja itu mampu membuka cabang di banyak tempat bahkan di pelosok-pelosok negeri sekalipun.
2.4.            Konsep Gereja tentang Pekabaran Injil Dalam Alkitab
Ada pandangan yang menganggap bahwa Perjanjian Baru itu seperti tambahan ataupun revisi dari Perjanjian Lama. Benarkah demikian? Untuk memahami hubungan antara keduanya, mari kita mengacu yaitu apakah itu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan apakah hubungan antara keduanya





2.4.1.      Konsep Alkitab Perjanjian Lama
Perjanjian Lama adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Kitab Suci. Buku-bukunya diilhami secara ilahi dan tetap memiliki nilainya karena Perjanjian Lama tidak pernah dibatalkan. Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama dimaksudkan untuk menyiapkan kedatangan Kristus Penebus seluruh dunia. Meskipun kitab-kitab Perjanjian Lama juga mencantum hal-hal yang tidak sempurna dan bersifat sementara, kitab-kitab itu memaparkan cara pendidikan ilahi yang sejati. Kitab-kitab itu mencantum ajaran-ajaran yang luhur tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang peri hidup manusia, pun juga perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, akhirnya secara terselubung  mengemban rahasia keselamatan kita. Umat Kristen menghormati Perjanjian Lama sebagai Sabda Allah yang benar.
2.4.2.      Konsep Alkitab Perjanjian Baru
Alkitab adalah Allah yang merupakan kekuatan Allah demi keselamatan semua orang yang beriman (Roma 1:16). Dalam kitab-kitab Perjanjian Baru disajikan secara istimewa dan memperlihatkan daya kekuatannya” Tulisan-tulisan tersebut memberi kepada kita kebenaran definitif wahyu ilahi. Tema sentralnya ialah Yesus Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia, karya-Nya, ajaran-Nya, kesengsaraan-Nya, dan pemuliaan-Nya begitu pula awal mula Gereja di bawah bimbingan Roh Kudus. Kesatuan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Sudah sejak zaman para Rasul (1Korintus 10:6,11; Ibrani 10:1; 1Petrus 3:21) dan juga dalam seluruh tradisi, kesatuan rencana ilahi dalam kedua Perjanjian itu dijelaskan oleh Gereja melalui tipologi. Penafsiran macam ini menemukan dalam karya Tuhan dalam Perjanjian Lama “Prabentuk” (tipologi) dari apa yang dilaksanakan Tuhan dalam kepenuhan waktu dalam pribadi Sabda-Nya yang menjadi manusia. Jadi umat Kristen membaca Perjanjian Lama dalam terang Kristus yang telah wafat dan bangkit. Pembacaan tipologis ini menyingkapkan kekayaan Perjanjian Lama yang tidak terbatas. Tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa Perjanjian Lama memiliki nilai wahyu tersendiri yang Tuhan kita sendiri telah nyatakan tentangnya (Markus 12:29-31). Selain itu Perjanjian Baru juga perlu dibaca dalam cahaya Perjanjian Lama. Katekese perdana Kristen selalu menggunakan Perjanjian Lama (1Korintus 5:6- 8; 10:1-11). Sesuai dengan sebuah semboyan lama Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan Perjanjian Lama tersingkap dalam Perjanjian Baru: Tipologi berarti adanya perkembangan rencana ilahi ke arah pemenuhannya, sampai akhirnya “Allah menjadi semua di dalam semua” (1 Korintus 15:28). Jadi Gereja tidak pernah mengatakan bahwa Perjanjian Lama telah dibatalkan. Demikian pula, Perjanjian Baru bukan semata-mata tambahan yang tidak ada kaitannya dengan Perjanjian Lama, dan juga bukan semata-mata revisi yang membatalkan semua Perjanjian Lama. Sebaliknya, apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama adalah prabentuk (tipologi) dari apa yang kemudian digenapi oleh Kristus dalam Perjanjian Baru. Dalam artian inilah maka Kristus mengatakan bahwa “satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Matius 5:18). Namun penggenapan dari apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama tersebut, tidak harus sama persis dengan pernyataan dalam Perjanjian Lama.
Sebab penggenapan tersebut mengacu kepada tema sentralnya, yaitu Yesus Kristus, karya-Nya, ajaran-Nya, wafat dan kebangkitan-Nya. Dengan prinsip ini, maka hukum moral yang diajarkan oleh hukum Taurat (yaitu Sepuluh perintah Allah) tetap berlaku, sebab hukum tersebut merupakan prabentuk/tipologi hukum cinta kasih yang diajarkan Kristus dalam Perjanjian Baru. Sedangkan hukum Taurat yang mencakup tentang perintah-perintah, terutama ketentuan seremonial dan hukuman/ sangsi, yang ditetapkan oleh dekrit para rabi Yahudi, tidak lagi berlaku. Sebab keberadaan hukum-hukum seremonial dan sangsi adalah demi mempersiapkan bangsa Yahudi untuk menerima Kristus Sang Mesias, yaitu bagaimana melalui hukum-hukum itu bangsa Yahudi dipisahkan dari bangsa-bangsa lainnya, dikuduskan, sebagai bangsa pilihan Allah. Agar melalui bangsa Yahudi, segenap bangsa menerima keselamatan dari Allah (Efesus 2:15-16).[52]

CATATAN KAKI LIHAT DIBAWAH SESUAI NOMOR HALAMAN YG SUDAH TERSUSUN DI DAFTAR PUSTAKA. : 
BY: ELIYONA BAENE. 

 AND  MY WIFE. KHEZIA S. SIMANJUNTAK
SELALU MENEMANIKU



[1] Id.m.wikipedia.org/F.L._Anthing :salah satu pekabar Injil dari Belanda, Tahun 1820-1883
[2] Billy Graham, Beritakan Injil, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1992). Hlm. 17
[3] Ibid, hlm. 49-50
[4] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Gereja, (jakarta: BPK Gunung Mulia,1999). Hlm.155-157

[5] Peter Wagner. C. Pertumbuhan Gereja dan Peranan Roh Kudus. (malang: Gandum Mas,1989). Hlm. 37
[6] Y. Tomatala, penginjilan Perjanjian Lama; Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1990, hlm, 2
[7] Arie de Kuiper; Misiologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm. 18.
[8] Bavinck, Dr. J.H. pembimbing kedalam ilmu Pekabaran Injil. (Kampen, 1954). Hlm. 24.
[9] Verkuyl, Dr. J. Pembimbing ke dalam Ilmu Pekabaran Injil masa kini. (Kampen: 1975). Hlm. 125
[10] Bavinck, Dr. J.H. pembimbing kedalam ilmu Pekabaran Injil. (Kampen, 1954). Hlm. 28
[11] Ibid, 29-30
[12] David L. Baker, Satu Alkitab Dua Perjanjian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001). Hlm. 272-275.
[13] P. Octvianus, Gereja memasuki Abad XXI, (Malang: YPPII, 1997), hlm. 33.
[14] Harun Hadiwijono. Inilah sahabatku, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1995), hlm.145
[15] Venema, Pembimbing ke dalam Sejarah Penyataan Allah. (Papua: Stensilan, 1992). Hlm, 18-21
[16] John F. Havlik, Gereja yang Injili. (Bandung: LLB,1991), hlm. 9-14
[17] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke 2. (Jakarta: Balai Pustaka, 1996). Hlm 313.
[18] Roby I. Candra, Paduan bagi Aktivitas dan Pejabat Gerejawi. (Kalimalang: Binawarga, 1996). Hlm. 2.
[19] G.c. Van Niftrik, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta:BOK Gunung Mulia, 1995). Hlm. 359.
[20] John Stott, Satu Umat, (Malang: Flening H. Revell Commpany Old Tappan, New Jersey, 1992). Hlm. 10.
[21] Herman Soekarno, Bagaimana Memotivasi Jemaat Melayani. (Malang: Gandum Mas, 1988). Hlm. 10.
[22] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar. (Yogyakarta: Andi, 1993). Hlm. 183.
[23] Carson, D.A, Gereja Zaman Perjanjian Baru dan Masa Kini. (Malang: Gandum Mas, 1997). Hlm. 21-22.
[24] Y. Tomatala. Penginjilan Masa Kini jilid 1. (Malang: Gandum Mas, 1998). Hlm. 15-16
[25] Peter Wagner. C, Strategi Perkembangan Gereja. (Malang: Gandum Mas, 1989). Hlm. 99
[26] Rick Warren, Di Dorong Oleh Tujuan, (Malang: Gandung Mas, 1996) 3-5
[27] Newsletter GKI Monrovia, Juni 2002, Tahun XVI No. 6
[28] Peter Wagner, C. Strategi Perkembangan Gereja. (Malang : Gandum Mas, 1989). Hlm.100.
[29] Milliard J. Erickson, Teologi Kristen. (Malang: Gandum Mas, 2004). Hlm 286.
[30] Luis Berkhof, Teologi Sistematika-Doktrin Gereja, (Jakarta: Lembaga Reformed injil Indonesia, 1997). Hlm.6
[31] Teologi  Kristen Volume Tiga, Hlm, 286
[32] Teologi Sistematika-Doktrin Gereja, Hlm, 6
[33] Perhatikan David Watson I Believe In The Churh, ( Grand Rapids, Michigan: Williams B. Eerdmans Publishing Company, 1979 ) hlm. 65
[34] R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), hlm. 54.
[35] Andreas A. Yawangoe, Tidak Ada Penumpang Gelap,( Jakarta:BPK Gunung Mulia,2009).
[36] Martin L. Sinaga dkk, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia; Teks-teks Eka Darma Putra, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2005), hlm.404-405.
[37] Olaf Herbert Schuman, Agama Dalam Dialog, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1999); hlm, 216.
[38] Soegeng Hardiyanto, dkk, Agama dalam Dialog, (Jakarta: BPK gunung Mulia, 2003), hlm. 115
[39] R. Soedarmo, Kamus IstilahTeologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1994). Hlm. 19.
[40] Olah Herbert chumann, Agama dan Dialog. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hlm, 216.
[41] A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 2
[42] Ibid, hlm. 8
[43] Henk Ten Napel, Kamus Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hlm 188.
[44] Gerald O’Collins, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1998). Hlm. 149.
[45] Wikipedia, Ensiklopedia, org.
[46] Sabda. Org, publikasi/e-rh/2012/12
[47] Little, Paul E., Akal dan Kekristenan, (Terjemahan, Malang: Kalam Hidup, 1991). Hlm. 7-15.
[48] Badan Pekerja Majelis Sinode GKI, “Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia”, (Jakarta: BPMS GKI, 2009), hal. 12.

[49] A. Naftallino, Teologi Sejarah Garis Peradaban-Yerusalem Pusat Rahmat Sejagat, edisi revisi, Bekasi, 2010. Hlm. 32-37

[50] C. Peter Wagner, Strategi Perkembangan Gereja, (Malang: Gandum Mas, Cet. Ke-4, Malang, 2003). Hlm, 23-26.


[51] BPMS GKI, “VISI dan MISI Gereja Kristen Indonesia 2002-2010”, (Jakarta:BPMS GKI, 2004), hal. 16.
[52] Jenkins, Simon, Peta Alkita, Panduan untuk memahami lebih jelas Peristiwa-peristiwa dalam Alkitab, (Jakarta, 1994), hlm, 2-5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar